SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PANDANGAN
ALIRAN MURJI’AH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setelah wafatnya Rasulullah mulai timbul banyaknya
pergejolakan yang timbul dalam kalangan umat. Setiap Pemerintah atau Khalifah
yang berkuasa berusaha untuk meminimalisir dari pemberontakan tersebut.Dari
gejolak yang timbul dari umat menimbulkan berbagai firqoh (kaum) dalam kalangan
umat Islam sendiri. Salah satu firqoh tersebut ialah kelompok Murji’ah. Dalam
konteks historis lahirnya Murjiah pada akhir abad pertama Hijrah pada saat
Ibukota kerajaan Islam dari Madinah pindah ke Kuffah kemudian pindah lagi ke
Damaskus. Ini dipicunya adanya pergejolakan yang timbul dalam politik imamah
atau khilafat pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan yang kemudian
berkelanjutan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Sehingga pada tragedi
terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan yang dilakukan oleh Abdullah bin Salam
menjadi pembuka yang dinyatakan kaum Muslimin membuka bencana baginya yang
tidak akan tetutup sampai hari Kiamat.[1]
Aliran
Murji’ah yang lahir memiliki pemikiran tersendiri dalam
berperndapat yang mana menjadi pegangan tersendiri dalam mengambil suatu
keputusan dan tindakan. Kaum murji’ah
adalah kaum yang tidak mau turut campur dalam pertentangan antara kaum yang
keluar dari ali dan setia pada ali dan menyerahkan penentuan kafir atau
tidaknya kaum yang bertentangan tadi kepada Tuhan.
B.
Rumusan Masalah
Melalui makalah
ini, penyusun memaparkan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah munculnya aliran Murji’ah?
2. Apa saja doktrin pada aliran Murji’ah?
3. Apa saja sekte dalam aliran Murji’ah beserta
ajaran-ajarannya?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini ialah
1. Mengetahui sejarah munculnya aliran
Murji’ah
2. Memaparkan doktrin- doktrin yang
terdapat pada aliran Murji’ah
3. Menjelaskan ajaran-ajaran dari
sekte-sekte aliran Murji’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Etimologi Murji’ah
Kata Murji’ah berasal dari kata irja atau
arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a
juga memiliki arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa
besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Oleh karena itu, murji’ah
artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa,
yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.[2]
Kata“Murji’ah” berasal dari kata “arja’a”
atau “arja” yang mempunyai beberap pengertian diantaranya:[3]
Ø “Penundaan”,“Mengembalikan”umpamanya
bagi orang yang sudah mukmin. Tapi berbuat dosa besar sehinggga matinya belum
bertaubat, orang itu hukumanya di Tunda, dikembalikan Urusanya kepada Allah
kelak.
Ø “Memberi pengharapan”. Yakni bagi orang Islam yang
melakukan dosa besar tidak dihukum kafir melainkan tetap mukmin dan masih ada
harapan untuk memperoleh pengampunan dari Allah.
Ø “Menyerahkan”maksudnya
menyerahkan segala persoalah tentang siapa yang benar dan siapa yang salah
hanya kepada
keputusan Allah kelak.
Dari beberapa pengertian diatas bisa kita menyimpulkan
tentang pengertian dari Murji’ah.
Adapun yang di maksud kaum Murji’ah di sini ialah suatu golongan atau kaum
orang-orang yang tidak mau ikut terlibat dalam mengkafirkan tehadap sesama umat
Islam seperti dilakukan kaum Khawarij yang mengatakan bahwa semua yang terlibat
dalam tahkim adalah kafir, dan mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar
juga kafir. Bagi mereka, soal kafir atau tidaknya orang-orang yang terlibat
dalam tahkim dan orang Islam yang berdosa besar, kita tidak tahu dan tidak
dapat menentukan sekarang. Mereka mempunyai pandangan lebih baik menangguhkan
penyelesain persoalan tersebut dan menyerahkanya kepada keputusan Allah di hari
kemudian yakni pada hari perhitungan sesudah hari Kiamat nanti. Karena mereka
berpendirian menangguhkan atau menunda persoalan tersebut, mereka kemudian
disebut kaum Murji’ah.[4]
B.
Latar Belakang Munculnya Aliran
Murji’ah
1.
Persoalan Politik
Kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik sama halnya dengan kaum
Khawarij, tegasnya persoalan kholifah yang membawa perpecahan dikalangan
umat Islam setelah terbunuhnya Usman Ibn Affan. Seperti telah dibahas, kaum
Khawarij pada mulanya adalah penyokong Ali tetapi kemudian menjadi musuhnya.
Karena adanya perlawanan ini, kelompok yang setia pada Ali bertambah keras dan
kuat membelanya dan merupakan satu golongan lain yang disebut Syi’ah. Akan
tetapi mereka sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah, tetapi dengan motif
yang berbeda.[5]
Dalam permusuhan inilah muncul satu aliran baru yang bersikap netral yang tidak
ikut dalam kafir-mengkafirkan yang terjadi pada golongan tersebut. Bagi merekan
golongan yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan
tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan
pendapat siapa yang salah dan benar dan lebih baik menunda penyelesaian hingga
hari perhitungan di depan Allah. Dengan demikian, kaum Murji’ah adalh kaum yang
tidak ikut campur dalam pertentangan tersebut dan mengambil sikap menyerahkan
penentuan kafir atau tidaknya orang-orang yang bertentangan tersebut kepada
Allah.[6]
Ada beberapa teori tentang kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa
gagsan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat untuk
menjamin persatuan dan kesatuan umat Isam ketika terjadi pertikaian politik
antara Khawarij dan Syi’ah. Diperkirakan Murji’ah muncul bersamaan dengan
kemunculan Khawarij dan Syiah. [7]
Teori lain mengatakan bahwa Murji’ah muncul pertama kali sebagai gerakan
politik oleh cucu Ali, yaitu Al-Hasn bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun
695. Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang
kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, kubu yang pro dan
kubu yang kontra. Kubu yang kontra akhirya keluar dari Ali, yakni kaum
Khawarij.[8]
Khawarij
berpendapat bahwa Tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam pengertian
tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah dikatakan dosa besar dan pelakunya
dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan dosa besar lainnya, seperti:
berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua, dan menfitnah
wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian
disebut Murji’ah. Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin,
tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni
atau tidak.[9]
2.
Persoalan
Ketuhanan
Dari permasalahan politik,
mereka kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan ketuhanan (teologi) yaitu
persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau tidak mau menjadi
perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij menjatuhkan hukum
kafir bagi orang yang membuat dosa besar, kaum Murji’ah menjatuhkan
hukum mukmin.
Pendapat penjatuhan hukum
kafir pada orang yang melakukan dosa besar oleh kaum Khawarij ditentang
sekelompok sahabat yang kemudian disebut Mur’jiah yang mengatakan bahwa
pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan
kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.
Aliran
Murji’ah menangguhkan penilaian
terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan
Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian
pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosar besar itu dianggap
tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai
Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar
masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari
iman. Oleh karena itu, orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.[10]
Dinamakan
Murji’ah karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang
hukum orang Mukmin yang berdosa besar dan belum bertaubat sampai matinya, orang
itu belum dapat dihukum sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau
dikembalikan kepada Allah SWT. di hari akhir nanti
C.
Pokok-Pokok
Ajaran Murji’ah
1.
Ajaran Tentang
Iman
Menurut Ahlus
Sunnah bahwa iman itu terdiri dari tiga unsur, yaitu membenarkan dengan hati,
mengikrarkan dengan lisan, dan menyertainya dengan amal perbuatan seperti
shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Keimanan Dapat bertambah dan berkurang.
Bertambah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, serta berkurang dengan
bermaksiat.
Sedangkan
kebanyakan golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman ialah hanya membenarkan
dengan hati saja. Apabila seseorang beriman dengan hatinya, maka dia adalah
Mukmin dan Muslim, sekalipun lahirnya menyerupai orang Yahudi atau Nasrani dan
meskipun lisannya tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengikrarkan dengan
lisan dan amal perbuatan, itu bukan bagian dari iman.[11]
Kemudian
sebagian dari golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman itu terdiri dari dua
unsur, yaitu membenarkan dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan. Membenarkan
dengan hati saja tidak cukup, dan mengikrarkan dengan lisan saja pun tidak
cukup, tetapi harus dengan bersama kedua-duanya, supaya seseorang menjadi mukmin.
Karena orang yang membenarkan dengan hati dan menyatakan kebohongannya dengan
lisan tidak dinamakan mukmin.
Gassan
al-Kufi (tokoh Murji’ah) beranggapan bahwa “iman adalah mengenal Allah dan
Rasul-Nya, serta mengakui apa-apa yang telah diturunkan Allah, dan yang dibawa
oleh Rasul-Nya. Karenanya, iman itu tidak dapat bertambah atau berkurang”.[12]
Secara umum kelompok
Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai dasar
gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut[13]
1. Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah
dan Rasulnya saja. Adapun amal atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu
keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap
sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa yang difardhukan kepadanya dan
melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar.
2. Dasar keselamatan adalah iman semata-mata. Selama masih ada iman dihati,
maka setiap maksiat tidak akan mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas diri
seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan
diri syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
2.
Ajaran Tentang
Dosa Besar
Bertitik tolak
dari ajaran Iman diatas maka perbuatan dosa besar menurut Murji’ah tidak akan
berhubungan dengan keimanan. Antara iman dan amal tidak saling membatalkan
karena keduanya berdiri sendiri-sendiri. Walaupun Murji’ah menganggap dosa
besar tidak mempengaruhi iman tetapi pelaku dosa besar tetap dipandang sebagai
orang yang berdosa yang harus mendapat hukuman dari Allah.
Hukuman bagi orang-orang yang
berdosa besar diserahkan kepada alllah kelak di hari kiamat. Ditangguhkannya
hukuman bagi pelaku dosa besar karena masih ada kesempatan untuk bertobat dan
mendapat ampunan dari Allah SWT kecuali perbuatan syirik namun apabila ia
bertobat sebelum meninggal maka statusnya tetap sebagai mukmin. Oleh karena itu
pelaku dosa besar tidak dapat langsung dihukum sebagai kafir.[14]
3.Ajaran
Tentang Kufur
Konsep- konsep kufur menurut Murji’ah sejalan
dengan konsepnya tentang iman. Kekafiran seseorang tergantung oleh factor
keimananya dan sama sekali tidak berhubungan dengan amal. Oleh Karena itu,
perbuatan dosa tidak dapat dijadikan alasan untuk mengkafirkan seseorang. Orang
Islam hanya dipandang kfir kalau dia tidak mengucapkan dua kalimah syahadat
atau tidak mengakui lagi Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai Rasulnya.[15]
D.
Tokoh- Tokoh
Aliran Murji’ah
Pemimpin utama golongan Murji’ah ialah Hasan bin Bilal al-Muzni, Abu Sallat
al-Samman, dan Darar bin Umar. Untuk mendukung perjuangan Murji’ah dalam mengembangkan
pendapatnya pada zaman Bani Umayyah muncul sebuah syair terkenal tentang
iktikad dan keyakinan Murji’ah yang gubah oleh Tsabiti Quthnah. Dalam
perkembangan selanjutnya, terjadi perbedaan pendapat di kalangan pengikut
Murji’ah sehingga aliran ini pecah menjadi beberapa sekte, ada yang moderat,
ada pula yang ekstrim.[16]
a. Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
b. Sa’id bin Zubair (seorang wara’ dan zuhud termasuk
tabi’in)
c. Abu Hanifah (Imam Mazhab)
d. Abu Yusuf
e. Muhammad bin Hasan
E.
Pembagian
Aliran Murji’ah
1.
Golongan Moderat
Ialah golongan yang berpendapat bahwa
orang Islam yang berdosa besar tidak Kafir dan ia tidak akan kekal di dalam
neraka, akan tetapi di sikasa di dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang
pernah ia lakukan, dan kemudian setelah menjalani siksaan ia akan keluar dari
neraka. Dan bisa saja jika dosanya di ampuni Tuhan, maka ia sama sekali tidak
masuk neraka.[17]
2. Golongan Ekstrim.
Ialah golongan yang berpendapat iman
ialah keyakinan di dalam Hati. Apabila seseorang di hatinya telah meyakini
tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad rasul Allah, meskipun ia
meyatakan kekafiran dengan lidah, menyembah berhala, mengikuti agama Yahudi,
dan Nasrani, memuja salib, mengakui trinitas, kemudian mati, orang seperti ini
tetap mukmin yang sempurna imannya di sisi Allah dan ia termasuk golongan Ahli
Surga.
Selanjutnya golongan Murji’ah Ekstrim
terpecah kepada beberapa golongan, antara lain:[18]
1.
Al Jahmiyah
Adalah para pengikut Jahm bin Shafwan. Dan golongan ini berpendapat
bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran
secara lisan ia tidak menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya di
dalam hati, bukan pada bahagian lain dari tubuh manusia. Bahkan orang seperti
ini juga tidak menjadi kafir, walaupun ia menyembah berhala, menjalankan
ajaran-ajaran agama Yahudi atau agama Kristen dengan menyembah salib,
menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati. Orang demikian bagi Allah
tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.
2.
Al Shalihiyah
Adalah para
pengikut Abu al Hasan Shalih Ibnu ‘Amar Al Shalih. Golongan ini berpendapat,
iman ialah mengenal Tuhan dan kufr ialah tidak mengenal Tuhan. Menurut golongan
ini, sembahyang tidaklah merupakan ibadah kepada Allah, karena yang di sebut
ibadah ialah iman kepada-Nya, dalam arti mengenal Tuhan. Lebih dari itu
golongan ini berpendapat bahwa sembahyang, zakat, puasa, dan haji hanya
menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah. Yang di sebut
ibadah hanyalah iman. Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
3.
Al Yunusiyah
Adalah pengikut
Yunus Ibnu ‘Aun Al Numairi. Menurut golongan ini iman ialah mengenal Allah,
hati tunduk pada-Nya, meninggalkan rasa takabbur, dan mencintai-Nya dalam hati. Apalagi
yang tersebut ini terhimpun pada diri seseorang maka ia adalah seorang mukmin.
Sedangkan yang sealin dari itu bukanlah termasuk iman. Oleh karena di dalam
pandangan kaum Murji’ah, yang di sebut Iman
itu hanyalah mengenal Tuhan, golongan Al Yunusiyah berkesimpulan bahwa
melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman seseorang.
4.
Al Ubaidiyah
Golongan ini
adalah pengikut ‘Ubaid Ibnu Mahran Al Muktab. Dan dalm pandangan golongan ini
,mereka berpendapat jika
seseorang mati dalam keadaaan beriman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang
di kerjakan tidak akan merugikan bagi yang bersangkutan. Perbuatan jahat banyak
atau sedikit, tidak merusak iman. Sebaliknya, perbuatan baik, banyak atau
sedikit, tidak akan merubah atau memperbaiki kedudukan orang yang musrik atau
orang yang kafir.
5.
Al Ghassaniyah
Adalah pengikut
Ghassan Al Kufi. Golongan ini berpendapat, iman ialah mengenal Allah dan
Rasul-Nya serta mengakui apa yang di turunkan Allah kepada Rasul secara global,
tidak secara rinci. Iman itu bisa bertambah dan tidak bisa berkurang. Selain
itu golongan ini juga
berpendapat, jika seseorang
mengatakan: “saya tahu bahwa Tuhan Mengharamkan memakan babi, tetapi saya tidak
tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah itu adalah kambing ini atau yang
selainya”, maka orang tersebut tetap mukmin. Dan jika seseorang mengatakan: “
Saya tahu bahwa tuhan mewajibkan haji ke Ka’anh, tetapi saya tidak tahudimana
letaknya ka’bah itu, apakah di India atau di tempat lain”, orang demikina juga tetap mukmin.
F.
Dalil-Dalil Nash Kelompok Murji’ah
Dalil yang di ambil dalam mendukung pemikirannya adalah
Firman Allah dalam Alquran[19],
Q.S. Az-Zumar
: 53
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ
اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Artinya:
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S. Az-Zumar : 53)
Nash yang dijadikan keimanan dan kekufuran
seluruhnya terletak pada hati adalah:[20]
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ
أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ
فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ
اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: Kamu
tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan
Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung. (Q.S. Al-Mujadalah : 22)
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ
أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ
صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: Barangsiapa
yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah),
kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman
(dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang
besar. (Q.S. An-Nahl
: 106)
Dalil dari
Sunnah mereka berhujjah dengan sebagian hadits dan atsar, yang secara dhahir menunjukkan
atas perintah untuk menjauhi syirik dan keberadaan iman
dalam hati
seseorang untuk menggapai kejayaan dan keridhaan Allah:
مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِالله ِشَيْئا
دَخَلَ النَّارَ. قَالَ إِبْنُ مَسْعُوْدٍ: وَقُلْتُ أَنَّا
مَنْ مَات لَا يُشْرِكُ بِالله ِشَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّة
Artinya: Barang
siapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu maka ia akan
masuk neraka”, Ibnu Mas’ud berkata: “Saya katakan: “Barang siapa yang mati
dalam keadaan tidak menyekutukan Allah maka ia masuk Jannah.”
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Kaum Murji’ah
ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan Kholifah setelah
terbunuhnya Usman Ibn Affan. Diantara pertikaian antara golongan yang setia
pada Ali dan keluar dari Ali, munculah satu aliran yang bersikap netral yang
tidak ikut dalam kafir-mengkafirkan yang terjadi antara golongan tersebut.
Golongan yang bersifat netral ini disebut Kaum Murji’ah. Kaum Murji’ah
penentuan hukum kafir atau tidaknya orang yang terlibat dalam pertentangan
antara Ali dan Muawiyah kepada Allah kelak di hari akhir. Kaum Murji’ah
dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : Murji’ah Moderat dan Murji’ah
eksterm.
B.
SARAN
Pada hakikatnya semua aliran tersebut tidaklah
keluar dari Islam, tetapi tetap Islam. Dengan demikian tiap umat Islam bebas
memilih salah satu aliran dari aliran-aliran teologi tersebut, yaitu mana yang
sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Hal ini tidak ubahnya pula dengan kebebasan
tiap orang Islam memilih madzab fikih mana yang sesuai dengan jiwa dan kecenderungannya.
Disinilah hikmah sabda Nabi Muhammad SAW: “perbedaan paham dikalangan umatku
membawa rahmat”. Memang rahmat besarlah kalau kaum terpelajar menjumpai
dalamIslam aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan pembawaannya, dan kalau
pula kaum awam memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuhan
rohaninya.
DAFTAR PUSTAKA
Abri, Ali. 1997. Ilmu Kalam. Pekanbaru: CV. Fajar Harapan
Ahmad,
Muhammad. H. Drs, Tauhid Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia , Bandung, 1998.
Abu Zahrah, Imam Muhammad. 1996. Aliran
Politik dan Aqidah dalam Islam. (Jakarta: Logos)
Harun Rozak, Abdul. 2001. Ilmu Kalam. Bandung:
Pustaka Setia
Hadariansyah
Ab.Pemikir-pemikir teologi dalam Sejarah Pemikir Islam. Banjarmasin:
Antasari Press, 2008.
Hanafi,Ahmad. Teologi
Islam/Ilmu Kalam. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974.
Ibn ‘Abd
Al-karim, Muhammad. Al-Syahrastani, Ahmad. 2004. Al-Milal wa Al-Nihal:
Aliran-aliran Teologi dalam Islam. Bandung: Mizan Pustaka.
Mulyono dan
Bashori. Studi Ilmu Tauhid atau Kalam.Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Nasution, Harun.Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-Press, 1986.
---------------------1972. Teologi
Islam. Jakarta: UI Press
Syihab, Z.A.
2004. Akidah Ahlus Sunnah. Jakarta: Bumi Aksara
Kholid Syamhudi, Pengaruh Buruk Pemikiran Murji'ah, 2008, http://almanhaj.or.id/ diakses tanggal 15 September 2015
[1]
Mulyono dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid atau Kalam(Malang:
UIN Maliki Press, 2010), h.117
[2] Rozak Abdul,
2001,Ilmu Kalam (Bandung:CV Pustaka Setia). Hal. 56
[3] Hadariansyah
Ab, Pemikir-pemikir teologi dalam Sejarah Pemikir Islam (Banjarmasin:
Antasari Press, 2008), hal 58.
[4] Ahmad Hanafi, Teologi
Islam/Ilmu Kalam(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974),h. 10-11.
[7] Thahir Taib Abd Mu’in, Ilmu
Kalam( Jakarta: wijaya), 1981.Hal 8
[9] Ahmad
Muhammad. H. Drs, Tauhid Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia , Bandung, 1998.
[10] Nasution Harun,2010,Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan (Jakarta: UI-Press). Hal. 24
[11] Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam
Islam, (Jakarta: Logos, 1996), hlm. 143
[12] Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam),
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 152-156
[13] Kholid Syamhudi, Pengaruh Buruk Pemikiran Murji'ah, 2008, http://almanhaj.or.id/ diakses tanggal 15 September 2015
[14] Ali Abri. 1997. Ilmu Kalam (Pekanbaru: cv. Fajar Harapan)
hlm 19
[15] Ibid hlm 20
[17] Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu
Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm 160-161.
[18]
Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan(Jakarta:
UI-Press, 1986), h. 26.
[19]
Ibn ‘Abd Al-karim, Muhammad.
Al-Syahrastani, Ahmad. 2004. Al-Milal wa Al-Nihal: Aliran-aliran Teologi
dalam Islam. (Bandung: Mizan Pustaka) hal 215
Tidak ada komentar:
Posting Komentar