Rabu, 27 September 2017

Tarekat (Thariqah) di dalam Al-Qur'an dan Sunnah



The Path Follow of Islamic Mysticism (Thariqah) in Al-Qur’an and Sunnah

Debri Koeswoyo
Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
E-mail:debrikoeswoyo46@gmail.com

Abstract
The dimensions of exorcism (the outer dimension, the Shari'a) and the dimensions of esoterism (inner dimension, Islamic Mysticism) are two understandings that often cause debate and discrepancy within Muslim circles. For people who give priority to the Shari'a, then they assume that the dimension of esoterism becomes an unimportant and even sometimes they believe as part of the teachings that come out of Islam. As for those who believe in the dimension of esoterism, they assume that the practice of practicing Islam without being accompanied by inner practice is a dry religious practice. Indeed the dimensions of exorcism and esoterism cannot be separated. Both are integral parts of Islamic teachings. The world of Sufism has grown so widely and has been inherited by Sufi figures since the death of Prophet Muhammad SAW. Speaking of Sufism which is part of the dimension of esoterism in the teachings of Islam, cannot be separated from the tarekat (thariqah). Purification of the path of the tarekat (thariqah) is essentially perfecting the basis of servant servant servantship to God to make the opening of the doors of the insane heart to the ocean of love to God alone. Speaking of tarekat (thariqah), the question arises whether it exists in the teachings of Islam. In the teachings of Sufism explained that the Shari'a only talks about the harmony and the condition of a worship, while the tarekat (thariqah)  be the way someone to get closer to God. If one is able to harmonize between the Shari'a and the tarekat (thariqah), then he will lead to the most perfect nature of worship. In this paper, the authors will unfold and express the meaning of the tarekat (thariqah) in the Qur'an and sunnah so that there will be no attraction to the understanding whether the tarekat (thariqah)  is part of Islamic teachings or vice versa, the tarekat (thariqah)  becomes a false teaching.

Keywords: Tarekat (thariqah), al-Qur'an, Sunnah, Shari’a, exsoterism, esoterism




The tarekat is the first step of the great journey
that separates the husband from his wife,  the parents of his son,
the beloved of his beloved and the merchant of his wealth.
A journey that leads to immortality; the pleasures of Heaven
or the misery of Hell.”[1]
Debri Koeswoyo

A.     PENDAHULUAN
Ilmu tasawuf adalah satu satu cabang dan displin ilmu dalam Islam. Ia memiliki banyak nama atau gelaran seperti ilmu hati (ilmu qalb atau wijdan), ilmu batin, ilmu yang turun dari Allah (laduni), ilmu rahasia (asrar), ilmu hakikat, ilmu rasa rohani (zauqi), ilmu ihsan, ilmu al-Tazkiyah, al-Suluk, al-Kasyaf dan ilmu ikhlas. Doktrin ilmu tasawuf , tarekat, prinsip dan pengamalannya telah ada sejak zaman Baginda Rasulullah s.a.w, para sahabat, tabien dan salafus soleh, walaupun istilah tasawuf tersebut belum dikenali dan digunakan secara khusus.
          Ilmu tasawuf yang terkandung di dalamnya tarekat, zikrullah, guru dan murid sering mendapat perhatian dari para sarjana Islam untuk meneliti dan mengkaji kedudukan ilmu apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. Hal ini telah menyebabkan perbedaan pandangan dikalangan para ulama. Isu ketidaklurusan ajaran para guru tarekat dan zikir yang diamalkan adalah antara puncak dari  ilmu tasawuf yang dipandang negatif dan ditolak oleh sebahagian ulama. Bermula pada kurun 8 Hijriah seperti Ibnu Taimiyah (w.728H), Ibnu Qayyim (w.751H), al-Khatib al-Sharbini (w.977H) yang menolak ajaran tarekat atau tasawuf. Para ulama ini menentang ajaran tasawuf, karena mereka beranggapan ajaran ini bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Namun, Pendapat mereka telah ditentang oleh para ulama tasawuf dan tarekat yang menjelaskan tentang dalil-dalil nagli yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah.



B.      DEFINISI TAREKAT (THARIQAH)
Kata tarekat  (thariqah)[2] berasal dari bahasa arab yang berarti al-khat fi al-syai’ (garis sesuatu), al-sirah (jalan), al-sabil (jalan). Kata ini juga bermakna al-hal (keadaan) seperti terdapat dalam kalimah huwa’ala thariqah hasanah wathariyah sayyi’ah (berada dalam keadaan jalan yang baik dan jalan yang buruk). Dalam literatur Barat, kata thariqah menjadi tarika yang berarti road (jalan raya), way (cara, jalan) dan path (jalan tapak).[3]
Pengertian tarekat sebagaimana yang berkembang di kalangan ulama ahli tasawuf adalah “jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. dan yang dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabiin, tabin t tabiin, dan secara turun temurun sampai kepada guru-guru, ulama-ulama, secara bersambung dan berantai hingga pada masa sekarang ini.”[4]
Maksud tarekat di sisi Sayyid al Syarif Ali ibn Muhammad al Jurjani ialah jalan (kerohanian) yang dikhususkan bagi orang-orang yang berjalan menuju kepada Allah dengan mengharungi belbagai rintangan dan melalui peningkatan (rohani) di dalam berbagai maqam.[5]
Syeikh Abdul Samad al Palembangi menjelaskan  Dan  hasil dari  perkataan Imam al Ghazali r.a  dalam kitabnya yang bertajuk Jawahir al Quran bahawa ilmu tariqah dan suluk itu dinamakan ilmu tasawwuf.”[6]
Pada mulanya, suatu thariqah hanya berupa jalan atau metode yang ditempuh oleh seorang sufi secara induvidual. Kemudian para sufi mengajarkan pengalamannya kepada murid-muridnya, baik secara induvidual maupun kolektif. Dari sini terbentuklah suatu thariqah, dalam pengertian “jalan menuju Tuhan di bawah bimbingan seoarang guru”. Setelah suatu thariqah memiliki anggota yang cukup banyak maka, thariqah tersebut kemudian dilembagakan dan menjadi sebuah organisasi thariqah. Pada tahap ini, thariqah dimaknai sebagai “organisasi sejumlah orang yang berusaha mengikuti kehidupan tasawuf[7]
Thariqah juga berarti jalan atau cara untuk mencapai tingkatan-tingkatan (maqamat) dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Melalui cara ini seorang sufi dapat mencapai tujuan peleburan diri dengan nyata (fana fi al-haq). Mengikuti suatu Thariqah berarti melakukan olah batin, latihan-latihan (riyadah), dan perjuangan yang sungguh-sungguh (mujahadah) di bidang kerohanian. Mengikuti Thariqah juga berarti membersihkan diri dari sifat mengagumi diri sendiri (ujub), sombong (takabur), ingin dipuji orang lain (riya’), cinta dunia dan sejenisnya. Thariqah harus ikhlas, rendah hati (tawadu’), berserah diri (tawakal) dan rela (ridha).[8]
Adapun tujuan mengamalkan Tarekat sebagaimana yang lazim dikerjakan oleh para jemaahnya, ada beberapa hal. Di antaranya adalah: [9]
a.    Mengadakan latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat tercela dan diisi sifat terpuji,
b.   Selalu mewujudkan rasa ingat kepada Allah melalui amalan wirid dan zikir diikuti tafakur yang terus menerus dikerjakan,
c.    Timbul rasa takut kepada Allah sehingga menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang menyebabkan lupa kepada Allah,
d.   Akan dapat mencapai tingkat alam makrifat, sehingga dapat mengetahui segala rahasia di balik tabir cahaya Allah dan Rasul-Nya secara jelas,  dapat diperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup ini
C.       PEMBAGIAN TAREKAT (THARIQAH)

Pembagian thariqah ada  banyak sekali, ada thariqah-thariqah yang merupakan induk, diciptakan oleh tokoh-tokoh tasawuf, dan ada thariqah-thariqah yang merupakan perpecahan dari pada thariqah induk yang dipengaruhi oleh syeikh-syeikh thariqah yang mengamalkan di belakangnya atau oleh keadaan bangsa yang menganut thariqah-thariqah tersebut. Banyak di antara perpecahan thariqah-thariqah diberi istilah-istilah yang sesuai dengan tempat perkembangannya. thariqah naqsyabandiyah misalnya banyak ditulis dengan bahasa dan memakai istilah bahasa Persia.[10]
Dilihat dalam pemikiran Islam, ada thariqah yang dipandang sah (mu’tabarah) dan ada pula thariqah yang dianggap tidak sah (ghairu mu’tabarah). Suatu thariqah dikatakan sah jika memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga amalan dalam thariqah tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara syari’at. Sebaliknya, jika suatu thariqah tidak memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga ajaran thariqah tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan secara syari’at maka ia dianggap tidak memiliki dasar keabsahan dan oleh karenanya disebut thariqah yang tidak sah.[11]
Secara umum thariqah terbagi atas 2(dua) macam :[12]
1.   Thariqah ‘Aam: adalah melaksanakan hukum Islam sebagaimana masyarakat pada umumnya, yaitu melaksanakan semua perintah, menjauhisemua larangan agama Islam dan anjuran anjuran sunnah serta berbagai ketentuan hukum lainnya sebatas pengetahuan dan kemampuannya tanpa ada bimbingan khusus dari guru / mursyid / muqaddam.
2.   Thariqah Khas: Yaitu melaksanakan hukum Syariat Islam melalui bimbingan lahir dan batin dari seorang guru / Syeikh / Mursyid / Muqaddam. Bimbingan lahir dengan menjelaskan secara intensif tentang hukum-hukum Islam dan cara pelaksanaan yang benar. Sedangkan bimbingan batin adalah tarbiyah rohani dari sang guru / Syeikh / Mursyid / Muqaddam dengan izin bai’at khusus yang sanadnya sambung sampai pada Baginda Nabi, Rasulullah Saw. Thariqah Khas ini lebih dikenal dengan nama Thariqah as Sufiyah / Thariqah al Auliya’. Thariqah Sufiyah yang mempunyai izin dan sanad langsung dan sampai pada Rasulullah itu berjumlah 360 Thariqah.
Thariqah yang dianggap mu’tabar berdasarkan keputusan musyawarah yang disampaikan oleh KH. Muslich dihadapan sidang pleno pengurus besar Syuriah pada mu’tamar NU ke XXVI di Semarang, kemudian disyahkan dan dinyatakan berdirinya jam’iyyah ahl al-Thariqah al-Mu’tabarah al- Nahdliyyah. Jam’iyyah ini menentukan daftar 45 Thariqah yang dianggap mu’tabar yaitu : Rumiyah, Rifa’iyah, Sa’diyah, Ba’riyah, Justiyah, Umariyah, Alawiyah, Abasiiyah, Zainiyah, Dasuqiyah, Akbariyah, Bayumiyah, Malamiyah, Ghaiyah, Tijaniyah, Uwaisiyah, Idrisiyah, Samaniyah, Buhuriyah, Usyaqiyah, Kubrowiyah, Maulawiyah, Jalwatiyah, Baerumiyah, Ghazaliyah, Hamzawiyah, Hadadiyah, Mabuliyah, Sumbuliyah, Idrusiyah, Usmaniyah, Syadziliyah, Sya’baniyah, Khalsyaniyah, Qadiriyah, Syatariyah, Khalwatiyah, Bakdasiyah, Syuhriyah, Ahmadiyah, ‘Isawiyah, Thuruqil Akbaril Auliya, Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Khalidiyah wa Naqsyabandiyah, Ahli Mulazamatil Qur’an wa Sunnah wa Dalili Khairati Wata’limi Fathil Qaribi, Au Kifayati Awam.[13]






D.      TAREKAT (THARIQAH) DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS
Kata tarekat (Thariqah) disebutkan sebanyak 9 kali dalam 5 surat didalam Al-Qur’an.[14]
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَظَلَمُواْ لَمۡ يَكُنِ ٱللَّهُ لِيَغۡفِرَ لَهُمۡ وَلَا لِيَهۡدِيَهُمۡ طَرِيقًا ١٦٨
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka” ( Q.S. An-Nisa 4: 168)

Kata “thariqon” dalam surat An-Nisaa’ ayat 168 dijelaskan oleh Imam As-Suyuthi sebagai “satu jalan dari jalan-jalan menuju jahannam”.[15]
إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٗا ١٦٩
Artinya: “Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” ( Q.S. An-Nisa 4: 169)

Kata “thariqo jahannam” dalam Surat An-Nisaa’ ayat 169 artinya ialah “jalan yang menyampaikan orang menuju jahannam”.[16]
قَالُوٓاْ إِنۡ هَٰذَٰنِ لَسَٰحِرَٰنِ يُرِيدَانِ أَن يُخۡرِجَاكُم مِّنۡ أَرۡضِكُم بِسِحۡرِهِمَا وَيَذۡهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ ٱلۡمُثۡلَىٰ ٦٣
Artinya: “Mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama” (Q.S Toha 20: 63)

Kata “thoriqoh” dalam Surat Toha ayat 63 dalam tafsiran Departemen Agama Republik Indonesia dijelaskan sebagai “keyakinan (agama)”.[17] Sedangkan, menurut Mahmud Al-Zamakhsyariy kata “thoriqoh” pada ayat ini menunjuk kepada “Bani Israil”.[18]
وَلَقَدۡ أَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنۡ أَسۡرِ بِعِبَادِي فَٱضۡرِبۡ لَهُمۡ طَرِيقٗا فِي ٱلۡبَحۡرِ يَبَسٗا لَّا تَخَٰفُ دَرَكٗا وَلَا تَخۡشَىٰ ٧٧
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)" (Q.S Toha 20: 77)

        Menurut Imam As-Suyuthi kata “thariqon” dalam ayat ini berarti “Allah mengeringkan bumi sebagai jalan bagi Musa dan kaumnya.”[19]

نَّحۡنُ أَعۡلَمُ بِمَا يَقُولُونَ إِذۡ يَقُولُ أَمۡثَلُهُمۡ طَرِيقَةً إِن لَّبِثۡتُمۡ إِلَّا يَوۡمٗا ١٠٤
Artinya: “Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka: "Kamu tidak berdiam (di dunia), melainkan hanyalah sehari saja" (Q.S Toha 20: 104)

         Kata “thariqoh” dalam Surat Toha ayat 104 artinya ialah “jalan”.[20] Ada pula ahli tafsir yang mengatakan “jalan yang lurus” di sini ialah orang yang agak lurus pikirannya atau amalnya di antara orang-orang yang berdosa itu.[21]
قَالُواْ يَٰقَوۡمَنَآ إِنَّا سَمِعۡنَا كِتَٰبًا أُنزِلَ مِنۢ بَعۡدِ مُوسَىٰ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ يَهۡدِيٓ إِلَى ٱلۡحَقِّ وَإِلَىٰ طَرِيقٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٣٠
Artinya: “Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus” ( Q.S Al-Ahqaaf 46: 30)

       Kata “thariqin” dalam surat al-Ahqaf ayat 30 artinya ialah “Agama Islam”.[22]


وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا فَوۡقَكُمۡ سَبۡعَ طَرَآئِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ ٱلۡخَلۡقِ غَٰفِلِينَ ١٧
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit); dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami)”  ( Q.S Al-Mukminun 23: 17)

     Kata “tharaiq” dalam surat al-Mu’minun ayat 17 menurut Imam As-Suyuthi artinya“lan­git”, tharaiq kata jama’ dari thariqah, “karena dia adalah jalan-jalan malaikat.”[23]
وَأَنَّا مِنَّا ٱلصَّٰلِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَٰلِكَۖ كُنَّا طَرَآئِقَ قِدَدٗا ١١
Artinya: “Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda” (Q.S Al-Jinn 72: 11)

       Kata “tharaiq” dalam Surat Al-Jinn ayat 11 artinya “Golongan yang berbeda pendapat di kalangan muslimin dan kafir.”[24]
وَأَلَّوِ ٱسۡتَقَٰمُواْ عَلَى ٱلطَّرِيقَةِ لَأَسۡقَيۡنَٰهُم مَّآءً غَدَقٗا ١٦
Artinya: “Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” ( Q.S Al-Jinn 72: 16)

  Kata “thariqah” dalam Surat Al-Jinn ayat 16 artinya “jalan kebena­ran dan keadilan”.[25]
Jika diperhatikan 3 bentuk kata tharaqah digunakan di dalam Al-Quran. Bentuk tersebut adalah:[26]
1.   Thariq – Jalan yang ditetapkan atau jalan yang dilalui oleh manusia
2.   Thariqah – Keutamaan atau kebenaran
3.   Tharaiq – Berbentuk jamak dari perkataan thariq dan thariqah. Mempunyai dua makna yaitu :
a.             Jalan yang nampak
b.            Aliran atau keadaan
      Didalam hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa yang menyebutkan kata “thariqah” secara langsung yang penulis temukan, diantaranya adalah:
إِنَّ شَرِيْعَتِي جَاءتْ عَلَى ثَلاَثِمِائَةٍ وَسِتِّيْنَ طَرِيْقَةً. مَا سَلَكَ أَحَدٌ مِنْهَا إِلاَّ نَجَا
Sesungguhnya syariat-ku datang dengan 360 thariqah (jalan, cara, sistem). Tidak seorang-pun mengambil dari salah satunya, kecuali mendapat keselamatan. ( H.R. At-Thabrani)[27]

    Dalam kitab Mizan Al Qubra yang dikarang oleh Imam Asy Sya’rany ada sebuah hadits yang menyatakan :[28]






             Dalam riwayat hadits  lain disebutkan:

           



“Sesungguhnya syariatku datang membawa 313 thariqah (metode pendekatan pada Allah), tiap hamba yang menemui (mendekatkan diri pada) Tuhan dengan salah satunya pasti masuk surga”. (HR. Thabrani)[29]

     Terlepas dari perbedaan redaksi dan jumlah thariqah pada kedua riwayat hadits diatas,maka kita harus percaya bahwasannya thariqah  atau tarekat memang ada dan dipakai sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
           


E.   KESIMPULAN

Tarekat sebagai organize Islamic mysticism menjadi salah satu dari ajaran Islam yang memperoleh banyak pertentangan di kalangan ulama. Sebagian dari ulama salaf kontemporer saat ini banyak yang menganggap bahwasannya tarekat atau thariqah di dalam ajaran tasawuf bukan bagian dari Islam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad menyuruh umatnya untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah para sahabatnya. Sunnah dapat kita pahami sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui segala perintah Nabi Muhammad SAW, seperti halnya thariqah atau tarekat yang berarti jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan mengikuti mazhab pemikiran yang dikembangkan oleh seorang Alim atau Syaikh tertentu, sedangkan istilah Sunnah tidak demikian halnya.
       Namun, satu hal yang harus digaris bawahi thariqah atau tarekat menjadi kata yang jelas disebutkan didalam Al-Qur’an dan Hadits nabi berarti jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ini merupakan ajaran yang sesuai dengan agama Islam.























DAFTAR PUSTAKA

A.            Buku
Abu Bakar Aceh. 1993.  Pengantar Ilmu Tarekat, Solo: Ramadani
Ahmad Ali. 1997.  Mengenal Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Al-Qasimy. 1952.  Tafsir Mahasinut Ta’wil, juz XVI,  Mesir: Musthafa al-Babiy al-Halabiy
                                Tafsir Mahasinut Ta’wil, juz XV,  Mesir: Musthafa al-Babiy al-Halabiy
Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al-Quran dan Terjemahan, Jakarta: Depag
Imron Abu Amar. 1980. Tarekat dan Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Jalaluddin As-Suyuthi. tt. Tafsir Jalalain ( Tafsir Al-Qur’anil Karim) Juz II, Beirut: Darul al-Fikr
                                Tafsir Jalalain (Tafsir Al-Qur’anil Karim) Juz II, Beirut: Darul al-Fikr
Mahmud bin Umar Al-Zamakhsyariy. 1972. al-Kasyaf  Jilid II, Mesir: Musthafa al-Babiy al-Halabiy
M. Yunus A. Hamid. 2010. Risalah Singkat Thariqah At-Tijany, Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Dakwah At-Tijaniyah
Muhammad Fuad bin Kamaludin al-Maliki. 2008. Kepentingan Tariqah  dan Tasawwuf , Johor Bahru: Majlis Agama Islam Johor
Muhsin Jamil. 2008. Tarekat Dan Dinamika Sosial Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sokhi Huda. 2008. Tasawuf Kultural Fenomena Wahidatul Wujuh, Yogyakarta: LKIS

B.   Laman Website



[1] Tarekat adalah langkah awal dari perjalanan agung yang memisahkan suami dari istrinya, orang tua dari anaknya, kekasih dari yang dicintainya dan saudagar dari kekayaannya. Perjalanan yang bermuara kepada keabadian; kenikmatan Surga atau kesengsaraan Neraka.
[2] Penulisan tarekat ini adalah transliterasi dari kata dalam bahasa Arab, yaitu 
Kata ini kadangkala dalam teks-teks berbahasa Indonesia atau Melayu yang ditulis dengan huruf Latin atau Romawi menjadi thoriqot, thariqat, thariqat, tharikah, tariqat , dan tarekat itu sendiri.
[3] Muhsin Jamil, Tarekat Dan Dinamika Sosial Politik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 47
[4] Imron Abu Amar, Tarekat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1980), hlm.1
[5] Al Sayyid al Syarif Ali Muhammad al Jurjani, Kitab al Ta’rifaat, h. 116. Dikutip dalam Muhammad Fuad bin Kamaludin al-Maliki, Kepentingan Tariqah  dan Tasawwuf (Johor Bahru: Majlis Agama Islam Johor, 2008), hlm. 6
[6] Abdus Samad al Palembangi, Siyar al Salikin. Jilid 1, hlm 5. Dikutip dalam Muhammad Fuad bin Kamaludin al-Maliki, Kepentingan Tariqah  dan Tasawwuf (Johor Bahru: Majlis Agama Islam Johor, 2008), hlm. 8
[7]  Sokhi Huda, Tasawuf Kultural Fenomena Wahidatul Wujuh, (Yogyakarta: LKIS, 2008), hlm. 63
[8] Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 48
[9] Imron Abu Amar, Tarekat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1980), hlm. 12-13
[10]Abu Bakar Aceh. Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo: Ramadani, 1993), hlm. 203
[11] Sokhi Huda, Tasawuf Kultural Fenomena Wahidatul Wujuh, (Yogyakarta: LKIS, 2008), hlm. 63
[12] M. Yunus A. Hamid, Risalah Singkat Thariqah At-Tijany, (Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Dakwah At-Tijaniyah, 2010), hlm. 11
[13] Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 110
[14] Matan (Mahasiswa Ahli Thariqoh Al Mu'tabaroh An Nahdhiyah), dalam artikel Al-Qur’an, Hadits dan Tarekat dalam postingan tanggal 27 Juni 2012 dilaman http://www.facebook.matan-indonesia. com
[15] Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain ( Tafsir Al-Qur’anil Karim) Juz I, (Beirut: Darul al-Fikr,tt), hlm. 94
[16] Ibid
[17] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahan (Jakarta: Depag, 2005), hlm. 482
[18] Mahmud bin Umar Al-Zamakhsyariy, al-Kasyaf , Jilid II (Mesir: Musthafa al-Babiy al-Halabiy, 1972), hlm. 543
[19] Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain ( Tafsir Al-Qur’anil Karim) Juz II (Beirut: Darul al-Fikr,tt), hlm. 24
[20] Ibid, hlm. 26
[21] Dikutip pada laman http://abumundziralghifary.blogspot.co.id pada tanggal 20 September  2017
[22] Al-Qasimy, Tafsir Mahasinut Ta’wil, juz XV,  (Mesir: Musthafa al-Babiy al-Halabiy, 1952),  hlm. 94
[23] Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain ( Tafsir Al-Qur’anil Karim) Juz II (Beirut: Darul al-Fikr,tt), hlm. 46
[24] Ibid, hlm. 240
[25] Al-Qasimy, Tafsir Mahasinut Ta’wil, juz XVI,  (Mesir: Musthafa al-Babiy al-Halabiy, 1952),  hlm. 5950
[26] Ahmad Ali, Mengenal Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 177
[27]  Syeh Yusuf an-Nabhani, Kitab Syawahid al-Haq. Pada bab Muqaddimah dikutip pada laman https://sata17.blogspot.co.id  pada tanggal 20 September 2017
[28] Dikutip dalam M. Yunus A. Hamid, Risalah Singkat Thariqah At-Tijany, (Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Dakwah At-Tijaniyah, 2010), hlm. 12
[29] Ibid

Diabolisme Salman Rushdie dan Ahok

ANTARA SALMAN RUSHDIE DAN AHOK Oleh: Dr. Adian Husaini Tahun 1988, dunia Islam digegerkan oleh seorang bernama Salman Rushdie. Kisahnya ...