Kamis, 16 November 2017

Sejarah dan Ajaran Tarekat Maulawiyah di Turki



The Expansion Sufism Order (Thariqah) Maulawiyah in Turkey

Debri Koeswoyo dan Fifi Andriyani
Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau


Abstract
 The Maulawiyah Sufism Order or Jalailah is a well-known and widely-held congregation in Turkey and Syria. In the West, this tarekat is better known as The Whirling Dervishes. This name arises because the followers of this congregation perform a swirling dance accompanied by drums and flutes in their dhikr to reach the peak of closeness with God. The Maulawiyah order was founded by Jalaluddin ar-Rumi, a famous Sufi and poet of his time. Fihi Ma Fihi became Rumi's phenomenal work in the teachings of the Maulawiyah Sufism order where his work is a very strong and valuable and practical hand in the proximity to Allah's path and the expression of Rumi's personality itself. This tarekat way of thinking that is different from other Sufism order, becomes something that attracts the attention of many Muslims to enter into this congregation of Maulawiyah. The Sufi dance developed by Rumi illustrates the essence of how the human soul always wants to get closer to God and always love it. The Sufi dance of the Maulawiyah Sufism order makes the initiation of a servant or Sufi closeness from being loved to being loved. Only God deserves to be loved.
Keywords: Sufism Order, Maulawiyah, Jalaluddin ar-Rumi, Teachings, Dhikr

مفتاح لغة
إن أمر المولاوية أو الجلايلة هو جماعة معروفة ومعروفة على نطاق واسع في تركيا وسوريا. في الغرب، هذا تاريكات هو المعروف باسم الدراويش الدوارة. وينشأ هذا الاسم لأن أتباع هذه الجماعة أداء رقصة دوامة يرافقه الطبول والمزامير في ذكرهم للوصول إلى ذروة التقارب مع الله. تم تأسيس النظام من قبل جلال الدين الرومي، الصوفي الشهير والشاعر من وقته. فيهي ما فيهي أصبح عمل الرومي الهائل في تعاليم المولاوية الطريق حيث عمله هو اليد قوية وقيمة وعملية جدا على مقربة من طريق الله والتعبير عن شخصية الرومي نفسها. هذه الطريقة تاريكات التفكير يختلف عن الرقة الأخرى، يصبح شيئا يجذب انتباه العديد من المسلمين للدخول في هذه الجماعة من المولاوية. الرقص الصوفي الذي وضعه الرومي يوضح جوهر كيفية الروح البشرية دائما تريد الاقتراب من الله ودائما الحب. والرقص الصوفي في مولاوية تاريكات يجعل الشروع في الخادمة أو الصوفية القرب من أن يحب أن
يكون محبوبا. فقط الله يستحق أن يكون محبوبا.
گان: تاريكات، مولاوية، جلال الدين الرومي، تعاليم، الذكر
who is the real man who has upheld the pillars
 in the middle of the Islamic thought
 treasures cross-disciplinary dispute?
He is the mystical poet of all time
[1] "Jalaluddin ar-Rumi"
A.PENDAHULUAN
Tasawuf sebagai bagian dari kemulitan dimensi keagamaan senantiasa berkembang, meski pun kesannya sangat lamban namun langkahnya cukup pasti dan mengakar. Awal-awal proses internalisasinya hanya terbatas pada praktek-praktek ritual individual, tapi seiring dengan arus komunikasi dan interaksi antara individu yang satu dengan yang lainnya, konstuksi ritual-ritual individual itu kemudian disepakati oleh yang lainnya sehingga mulailah terbentuk kelompok.
Tuntutan fitrah kemanusiaan akan kesempurnaan dan pemahaman mendalam terkait dengan rahasia-rahasia kehidupan, maka kelompok ini kemudian melakukan pengorganisiran dengan cara membentuk suatu aliran/corak pemikiran dan ritual sebagai media untuk melakukan penguatan serta pendalaman ajaran-ajaran kepada para simpatisannya, hal ini dimaksudkan untuk memberi andil dalam menjawab kebututuhan asasi manusia itu sendiri.
Menguatnya kelompok-kelompok tasawuf ini telah turut memberikan konstribusi dalam perkembangan agama, dan bahkan secara konsisten para aktornya terus tampil kepermukaan untuk mengintrenalisasikan ajaran-ajaran kesadaran akan nilai dan hakikat kehidupan. Jalauddin Rumi misalnya, hingga kini namanya dan ajarannya terus dikenang, bahkan ia diasumsikan sebagai figur manusia universal.[2]
Ia bagai gerbang raksasa bagi kemnausiaan, ribuan orang yang tersentuh dengan ajaran-ajaran dan karya-karyanya yang dipublikasikan lewat aliran tasawuf Maulawiyahnya. Ia diibaratkan sebagai obat yang mampu menyembuhkan luka yang ditimbulkan oleh kegamangan intelektual serta keresahan kemanusiaan.
Melalui pendekatan spiritual yang bercorak artistik dan kreatif, tarekat ini menyapa kebimbangan manusia dalam kesadaran akan ketidak menentuannya dalam menjalani kehidupan. Wajar jika aliran tasawuf ini banyak diapresiasi dari generasi ke genarasi, bukan hanya di Barat melainkan Timur pun mulai melirik dan mendalami alur paradigma dan spiritulitas yang diembannya.
B.  BIOGRAFI JALALUDDIN AR-RUMI
Jalaluddin Rumi memiliki nama asli Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunawi.[3] Oleh karena wilayah yang merupakan tempat tinggalnya pada waktu itu dikenal dengan tanah Rum (Roma), yang mana sekarang bernama Turki, maka beliau pun dikenal dengan Jalaluddin Rumi.[4] Adapun kata Maulana dalam nama Maulana Jalaluddin Rumi adalah gelar yang diberikan oleh para muridnya, yang memiliki arti tuan kami.[5]
Al-Rumi dilahirkan di Balkh, sekarang bernama Afghanistan, pada tanggal 6 Rabbiul Awal 604 H atau 30 September 1207 M.[6] Al-Rumi adalah putra dari Bahauddin Walad. Dia anak yang menjadi orang besar di antara anak-anak Bahauddin yang lain.[7] Sesuai yang diramalkan seorang tokoh sufi bernama Fariduddin Attar,[8] bahwa kelak al-Rumi akan menjadi orang besar.[9] Jika dilihat dari kehidupan al-Rumi sejak kecil, pada usia lima tahun kondisi psikologisnya sangat kacau. Secara spontan dia pernah melihat sosok-sosok spiritual seperti Jibril, Maryam dan Ibrahim. Menurut ayahnya, karakter al-Rumi dibentuk oleh Allah SWT.[10]
Al-Rumi terkenal di Barat sebagai mistikus dan pujangga dari dunia Islam yang terbaik. Dia berkarya mulai sejak kehilangan Syamsuddin sampai akhir hayatnya.Karya-karyanya bukan hanya bermanfaat bagi kaum muslimin tetapi juga seluruh umat manusia. Kebesaran al-Rumi dalam bersyair terletak pada kedalaman ilmu dan kemampuan mengungkapkan perasaannya ke dalam bahasa yang indah, sehingga memiliki kedalaman makna pula.[11]
Karya-karya al-Rumi yang utama adalah Diwan -i Syams-i Tabriz yang memuat lebih dari 40.000 syair dan Matsnawi yang memuat sekitar 25.000 syair, di samping karya-karya yang berupa kumpulan-kumpulan hikmah dan surat-suratnya.[12]
Sedangkan Matsnawi merupakan karya terpanjang al-Rumi,yang terdiri dari enam jilid yang semuanya hanya memiliki satu tujuan yaitu hubungan yang erat dengan Sang Mutlak. Pada akhir abad ke-15, Matsnawi disebut sebagai al-Qur’an dalam bahasa Persia atau al-Qur’an dari Persia. Di dalamnya memuat puisi-puisi didaktik dan mistikal yang termasyur di daerah pinggiran Timur dunia Islam.[13]
Adapun karya yang ketiga yaitu Fihi Ma Fihi. Secara harfiah berarti “Di dalamnya Ada di Sana”, atau dengan kata lain “Di dalamnya terdapat seperti Apa yang Ada di Dalamnya.”Oleh karena itu dia merupakan karya prosa al-Rumi yang paling penting dan merupakan pegangan yang sangat bernilai dan petunjuk praktis menuju jalan Allah serta ungkapan kepribadian al- Rumi. Karya ini ditulis oleh putra al-Rumi yang paling tua, Sultan Walad,dan juga oleh pengikutnya setelah al-Rumi wafat, serta dari ingatan-ingatan mereka dan dari catatan-catatan al-Rumi sendiri sebelum wafat.[14]
C.  SEJARAH TAREKAT MAULAWIYAH
Tarekat (thariqah) secara harfiyah berarti jalan kecil, dan jika makna ini ditarik masuk kedalam pemahaman yang lebih dalam, maka ia memiliki dua pengertian yang berbeda namun tetap saling terkait. Yang pertama, tarekat dimengerti sebagai perjalanan spiritual menuju Tuhan. Yang kedua, tarekat dipahami sebagai “persaudaraan“ atau ordo spiritual yang biasanya merupakan perkumpulan yang dipimpin oleh seorang guru (mursyid), dan para khalifahnya.
Penamaan tarekat maulawiyah merupakan turunan dari kata maulana yang berarti guru kami atau dalam istilah lain our master, yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada sorang sufi penyair Persia terbesar Muhammad Jalal al-Din Rumi yang wafat pada tahun 1273.[15]Dari sini jelas terpahami bahwa tarekat ini didirikan oleh Rumi yang meninggal di Anatolia Turki. Khas dari aliran tarekat ini ialah tarian mistik dengan cara keadaan tidak sadar (fana’), agar dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut-penganutnya bersifat pengasih dan tidak berharap pada kepentingan diri sendiri, serta berpengarangai degan gaya hidup yang sangat sederhana.[16]
Keluarga Rumi merupakan keluarga terpandang, satu bukti ialah ayahnya Baha'al-Din Walad diangkat jadi pembimbing spiritual oleh Sulat Konya, bahkan Sultan tersebut juga memberinya gelar kerhormatan "Sultan al-Ulama (rajanya para ulama)". Setelah ayahnya meninggal, Rumi mengambil posisi ayahnya sebagai penasehat para ulama Konya serta pembimbing bagi murid-murid ayahnya, kurang lebih satu tahun dari kematian ayahnya, atas anjuran gurunya Burhan al-Din Rumi meneruskan pendidikannya di Aleppo dan mengunjungi beberapa madrasah yang dibangun oleh al- Malik al-Zhahir. Dari sini Ia pindah ke Damaskus dan mempunyai kesempatan emas untuk bercakap dengan tokoh-tokoh besar, seperti Muhy al-Din bin 'Arabi, Sa'ad al-Din Al-Hamawi, Utsman Al-Rumi, Awhad al-Din bin Arabi, dan Shadr al-Din al-Qunyawi. Pada tahun 1236 M Rumi kembali ke Konya dan menyibukkan diri dengan menuntut ilmu dan memberikan bimbingan spiritual sampai gurunya meninggal dunia pada tahun 1241 M.[17]
 Selama bertahun-tahun Rumi menikmati popularitasnya yang tinggi dan menempati posisi yang sangat dihormati sebagai seorang pemimpin. Tiba-tiba pada tahun 1244 seorang Darwisy misterius, Syams al-Din Tabrizi datang ke Konya dan menjumpai Rumi. Perjumpaan ini telah mengubah Rumi dari seorang Teolog terkemuka menjadi seorang penyair mistik yang sangat terkenal. Karena kuatnya pesona kepribadian Syams, Rumi lebih memilih meninggalkan kegiatannya sebagai guru dan da'i profesional untuk mengabdikan diri kepada Syams yang kini menjadi guru spiritualnya, dan mereka tidak pernah berpisah dalam beberapa waktu untuk memperkuat ikatannya. Tetapi keadaan ini membuat murid-murid Rumi marah dan cemburu karena tidak mendapat bimbingan spiritual akibatnya mereka menyerang Syams dengan kekerasan dan ancaman, sehingga ia meninggalkan Rumi menuju Damaskus.
Perpisahan ini dirasa menyakitkan oleh Rumi dan menghunjam perasaannya begitu mendalam, karena itu ia mengutus anaknya sultan Walad untuk memohon Syams agar kembali ke Konya. Rumi bahagia bisa jumpa lagi dengan sang guru, akibatnya apa yang telah terjadi terulang kembali. Tentunya murid-murid Rumi menjadi lebih marah dan terus menaruh kebencian pada Syams dengan lebih hebat dari sebelumnya. Situasi ini mendorong Syams untuk mencari perlindungan ke Damaskus.
Sebagai tanda cintanya kepada Tabrizi, Rumi menulis kumpulan puisi yang kemudian dikenal dengan Divan-e Shams-e Tabrizi.[18]
Kenapa aku harus mencari?
Aku sama dengannya
Jiwanya berbicara kepadaku
Yang kucari adalah diriku sendiri!
Cinta dan keindahan membuat ajaran Rumi berbeda dengan aliran tarekat lain. Sejumlah tarekat saat itu lebih banyak berkonsentrasi untuk menyempurnakan diri menuju insan kamil lewat ibadah, wirid, atau menyodorkan faham ketauhidan baru. Penyatuan diri dengan Tuhan (wihdatul wujud) yang berkembang berabad-abad sebelum Rumi di Baghdad adalah salah satu cara pencapaian menuju Tuhan yang tidak dipilih Rumi.
Sebagai seorang seniman, Rumi memiliki cara sendiri dalam mencapai kesempurnaan dalam beragama tanpa harus menjadi ekstrem (membangun pertentangan dengan syariat). Ia memanfaatkan puisi, musik dari seruling dan gitar (rebab) untuk mengiringi dzikir-dzikirnya, cara ini kemudian dikenal dengan sema’ yang berarti mendengar.[19]
Setelah kembali ke Konya, Rumi mendirikan Tarekatnya sendiri, kira-kira 15 tahun setelah itu kesehatan Rumi menurun dan tak lama kemudian ia sakit. Akhirnya pada hari minggu tanggal 16 Desember 1273  Mawlana Rumi menghembuskan nafasnya yang terakhir di kota Konya. Rumi meninggal dan dikubur dalam Kubah Hijau (Qubat-ul-Azra’) yang bertuliskan “Saat kami meninggal, jangan cari kuburan kami di tanah, tapi carilah di hati manusia.” Namun ritual sema’ itu tak ikut mati. Para pengikutnya, terutama anaknya, Sultan Veled Celebi, melembagakan ajaran itu dalam tarekat bernama Mawlawiyah atau Mevleviye. Mungkin ini pulah yang menjadi penyebab bagi Annemarie Shimmel menyimpulkan bahwa kita dapat dengan aman mengatakan  bahwa tidak ada penyair dan mistik Islam lainnya yang dikenal demikian baik di Barat kecuali Rumi.[20]




D.      PEMAHAMAN TAREKAT MAULAWIYAH
Ajaran-ajaran Rumi, pada dasarnya dapat dirangkum dalam triologi metafisik, yaitu  Tuhan, Alam dan Manusia.[21]
1.      Ajaran Maulana Rumi tentang Tuhan
     Gagasan Rumi terkait dengan persoalan ke-Tuhan-an terinspirasi dari pernyataan Al-Quran sendiri yang menyatakan bahwa Tuhan adalah “Yang Awal, Yang Akhir, Yang Lahir, Yang Batin”.[22] Tuhan “Yang Awal” bagi Rumi, berarti bahwa Ia adalah sumber yang dari-Nya segala sesuatu berasal. Tuhan sebagai “Yang Akhir” diartikan sebagai tempat kembali segala yang ada di dunia ini. Hal yang menarik dari Dia ialah pandangannya tentang Tuhan itu sebagai keindahan sehingga menjadi tujuan dari semua jiwa yang mencinta.[23]
Tuhan sebagai “Yang Lahir”, bagi Rumi  dunia yang lahir adalah fenomena yang dibaliknya terselip pesan akan realitas sejati, artinya bahwa dunia yang lahir merupakan petunjuk bagi adanya yang batin karena keduanya adalah dua hal yang saling terkait, maka dari itu Ia mempertegas bahwa tidak mungkin ada yang lahir tanpa ada yang batin, dan yang lahir merupakan jalan menuju realitas yang tersembunyi di dalamnya. [24]
Dengan demikian, Tuhan sebagai “Yang Batin”, adalah realitas yang lebih mendasar, sekalipun untuk dapat memahaminya dibutuhkan mata lain yang lebih peka/tajam. Jadi tidak semua orang dapat melihat kecantikan Tuhan yang tersembunyi di balik fenomena alam. Kebanyakan kita adalah pemerhati fenomena dan karena itu tidak bisa melihat keindahan batin yang tersembunyi di balik fenomena lahiriah alam.[25]


2.      Konsep Rumi tentang alam semesta
Menurut Rumi bahwa motif penciptaan alam oleh Tuhan adalah cinta. Cintalah yang telah mendorong Tuhan mencipta alam, sehingga cinta Tuhan merembas, sebagai napas Rahmani, kepada seluruh partikel alam lalu menghidupkannya.[26] Alam bukanlah benda mati, melainkan ia hidup dan berkembang, bahkan juga memiliki kecerdasan, sehingga mampu mencintai dan dicintai, berkat sentuhan cinta Tuhan, ia menjadi makhluk yang hidup, bergerak penuh energi kearah Tuhan sebagai yang Maha baik dan Sempurnah. Dalam salah satu syairnya, Rumi pernah menggambarkan hubungan langit dan bumi seperti sepasang suami-istri.[27]
3.      Konsep Rumi tentang manusia
Rumi memandang manusia sebagai tujuan penciptaan alam, sehingga itu pula yang menjadi penyebab kenapa kemudian manusia memiliki posisi yang sangat istimewa kaitannya dengan alam maupun dengan Tuhan. Kaitannya dengan Tuhan, manusia menempati posisi yang tinggi sebagai wakil-Nya di muka bumi.
Hal lain yang menarik dari Rumi kaitannya dengan manusia adalah sifat kebebasan memilih yang merupakan prasayarat bagi perkembangan dan aktualitas diri manusia itu sendiri.[28] Menurutnya bahwa manusia lahir tidak dalam keadaan sempurna, tapi ia dibekali dengan sejuta potensi dan untuk mengaktualkan hal tersebut manusia membutuhkan kebebasan dalam memilih. Dengan kebebasan inilah manusia dapat mencapai titik kesempurnaannya sebagai insan kamil. Tapi dengan kebebasan ini pula, manusia memiliki resiko yang besar untuk mejadi makhluk terendah, yaitu ketika dia menuruti hawa nafsunya.[29]

Selain itu, Manusia juga memiliki kemampuan untuk memahami sesuatu atau dengan kata lain mampu memiliki ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia bertingkat-tingkat sesuai dengan alat yang digunakan untuk tujuan itu. Ada pengetahuan indrawi, pengetahuan yang didasarkan penalaran akal, dan pengetahuan melalui persepsi spiritual (intuisi).
E.       AJARAN TAREKAT MAULAWIAH 
 Kekhususan tarekat ini adalah dakwah yang dikemas dengan cara menggunakan tarian-tarian yang disebut sama’ dalam bentuk tarian berputar, dan telah menjadi ciri khas dasar bagi tarekatnya. Akibatnya, tarekat Rumi di Barat dikenal sebagai The Whirling Darvish (Para Darwisy yang Berputar). Tarian suci ini dimainkan oleh para Darwish (fuqara’) dalam pertemuan-pertemuan (majlis) sebagai dukungan eksternal terhadap upacara-upacara (ritual mereka).
Sama’ dilembagakan Rumi pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat dicintai, Syams al-Din Tabrizi. Sejak saat itu Rumi menjadi sangat sensitif terhadap musik, sehingga tempaan palu dari seorang pandai besi saja cukup untuk membuatnya menari dan berpuisi.
Tahapan-tahapan dalam sama’ terdiri dari dua bagian. Pertama, terdiri dari Naat (sebuah puisi yang memuji Nabi Muhammad), improvisasi ney (seruling) atau taksim dan “Lingkaran Sultan Walad”. Kedua, terdiri dari empat salam, musik instrumental akhir, pembacaan ayat-ayat suci al-Quran dan doa.[30]
1.      Bagian Pertama
Naat, semacam musik religius. Naat dalam musik mawlawi disusun oleh Buhuriz Musthafa' Itri (1640-1712), tetapi puisinya adalah puisi Rumi.
Taksim, adalah sebuah improvisasi terhadap setiap makam atau mode, yaitu konsep penciptaan musik yang menentukan hubungan-hubungan nada, nada awal yang memiliki kontor dan pola-pola musik. Bagian ini merupakan bagian yang sangat kreatif dari upacara Mawlawi.
Lingkaran Sultan Walad, ini disumbangkan kepada upacara oleh putra sulung mawlana, sultan Walad. Selama putaran ini para darwisy yang ikut bagian dalam putaran tari berjalan mengelilingi sang samahane (ruang upacara) tiga kali dan menyapa satu sama lain di depan pos (lokasi tempat pemimpin tekke atau pemimpin upacara berdiri). Dengan cara ini mereka menyampaikan "rahasia" dari yang satu kepada yang lain.
2.      Bagian kedua (empat salam), yaitu :
Salam pertama, melodi panjang, irama yang digunakan biasanya disebut putaran berjalan (Devri Revan), bitnya adalah 14/8.
Salam keduan, pola irama dari salam ini disebut Evfer dan terdiri dari 9/8 bit.
Salam ketiga, dibagi kedalam dua bagian yang meliputi melodi dan irama. Bagian pertama disebut putaran (the cycle) bitnya 28/4 bagian kedua disebut yourk semai dan bitnya 6/8.
Salam keempat, pola irama ini juga efver (9/8), yakni irama lambat dan panjang untuk menurunkan elastasi sehingga sang darwisy bisa konsentrasi kembali. Tiap-tiap salam dihubungkan melalui nyanyian, pada bagian pertama dan kedua seleksi diambil dari Divan-Syams atau mastnawi, pada bagian ketiga puisi mawlawi lain dinyanyikan.
Terkait dengan musik instrumental setelah berakhirnya salam keempat berarti bagian oral selesai “yuruk semai” kedua dalam pola 6/8 sekaligus akhir dari upacara. Dan setelah seleksi instrumental ini terdapat lagi taksim seruling, yang juga kadang dimainkan melalui alat musik petik (senar).
Setelah tahapan musik selesai, seorang hafizh di antara para penyanyi membaca ayat-ayat Alquran. Sama’ terus berlangsung sampai bacaan Alquran dimulai. Ketika hafizh memulai bacaan Alqurannya maka para penari berhenti dan mundur ke pinggir lalu duduk. Setelah selesai, pimpinan sama’ berdiri dan mulai  berdo’a di depan syaikh, dan doa ini biasanya ditujukan untuk kesehatan dan hidup sang Sultan atau para penguasa negara.
Dalam Tarekat Maulawiyah yang dibimbing oleh al-Rumi memiliki ajaran yang sangat dikonsekuensikan pada kehidupan spiritualnya, yaitu tentang cinta Illahi. Cinta adalah kekuatan Ilahiah yang memunculkan eksistensi alam semesta, memunculkan semua aktivitas makhluk dan memenuhi hati manusia dalam mewujudkan kesatuan dengan Allah. Oleh karena itu cinta sesungguhnya adalah Tuhan itu sendiri, sebagai Pencipta, Pemelihara dan tujuan alam semesta. Cinta adalah realitas tunggal dan cinta yang ada dalam diri makhluk sesungguhnya adalah manifestasi Cinta Illahi.[31]
Hal di atas sesuai dengan inti tasawuf al-Rumi yaitu kesatuan dengan Allah, sehingga sudah seharusnya manusia menghadapi hidup dengan hati besar dan sadar akan tempat asal mula.[32] Al-Rumi memandang hubungan manusia dengan Tuhan sebagai suatu prinsip yang menyeluruh tentang dasar keberadaan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan tentu saja akan kembali hanya kepada Allah SWT.[33]
Cinta adalah penghubung atau pengikat antara manusia dengan Allah. Cinta juga merupakan tangga menuju tauhid atau keesaan Allah. Dengan demikian cinta merupakan jalan menuju kebenaran yaitu kembali kepada Allah.[34]
Bagi al-Rumi, rasa cinta akan menimbulkan kerinduan yang akhirnya akan melahirkan sebuah ekspresi yang luar biasa. Dalam Tarekat Maulawiyah, hal ini diibaratkan dengan seruling bambu yang mampu melantunkan suara merdunya karena rasa rindu pada rumpunnya. [35]

F.        Kesimpulan 
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berkut :
1.    Tarekat Maulawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Jalaluddin Rumi di Konya setelah seorang darwisy yang menjadi guru utamanya meninggal.
2.      Sistem pemahaman yang diusung oleh tarekat Maulawiyah ini bernuansa integral yang kemudian terakhir diistilahkan dengan triologi; melihat keterikatan secara substansial antara Tuhan, manusia dan alam semesta.
3.    Ciri utama yang sangat menonjol dari aliran tarekat ini ialah praktek zikir yang dilakukan dengan cara menari untuk memperoleh kefanaan spiritual.
4.  Rumi telah menghasilkan karya monumental yang sekaligus sangat bermanfaat bagi semua orang, diantaranya ialah : Mastnawi al-Ma’nawi, atau Mastnawi, ghazal (puisi cinta) yang lebih dikenal sebagai Divan-i Syams-i Tabriz (Ode mistik Syams Tabriz), Karya prosa yang berjudul Fihi Ma Fihi, yang telah diterjemahkan menjadi Discourse of Rumi atau “percakapan Rumi”, Ruba’iyat, yang berisi 1600 kuatern orisinal dan al-Maktubat, Manaqib al-‘Arifin (legends of sufis).









DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Jaiz Hartono.2006.  Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan. Wacana Ilmiah Press: Solo.
Ahmad Najib Burhani  (Ed). 2002.  Manusia Modern Mendamba Allah; Renungan Tasawuf Positif, Jakarta: IIMAN dan Hikmah
Amin Banani, dkk. 2001. Kidung Rumi; Puisi dan Mistisisme dalam Islam, terj. Joko S. Kahhan. Surabaya: Risalah Gusti
Annemarie Schimmel. 2002.  Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, terj. Saut Pasaribu, Yogyakarta: Pustaka Sufi
Idries Shah. 2002. Butiran Mutiara Hikmah; Kumpulan Kisah Sufi, terj. Ilyas Hasan. Jakarta: Lentera
Mulyadhi Kartanegar. 2004.  Jalal Al-Din Rumi Guru Sufi dan Penyair Agung, terj. Ilham B. Saenong, Jakarta:Teraju
Seyyed Hossein Nasr (ed). 2003.  Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi, terj. Tim. Penerjemah Mizan. Bandung: Mizan
Sri Mulyati. 2004. Mengenal & memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Cet. I; Jakarta: Kencana
Will Johnson. 2003. Menatap Sang Kekasih Rumi, terj. Dini Dwi Utari. Serambi, Jakarta
William C. Chittik. 2001. Jalan Cinta Sang Sufi; Ajaran-Ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi, terj. M. Sadat Ismail dan Achmad Nidjam. Yogyakarta: Qalam
www. majalah.tempointeraktif.com




[1] Siapakah sesungguhnya manusia yang telah menegakan pilar di tengah khazanah pemikiran Islam yang saling silang sengketa paham? Dialah penyair mistik sepanjang masa " Jalaluddin ar-Rumi". Richard A. Nicholson
[2] William Chittick, The Sufi Doctrine of Rumi: An Introduction, (Teheran : Aryamehr University Press, 1974), h. 10. Lihat juga Sayyid Hossein Nasr yang menyatakan bahwa Tarekat Maulawiyah memainkan peranan besar dalam sejarah kekaisaran Utsmaniyyah secara spiritual, kultural, dan politik. Islamic Spirituality: Manifestations. terj. Tim Penerj. Mizan, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, (Cet. I Bandung : Mizan, 2003), h. 151-152.
[3]Ahmad Jaiz Hatono,  Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan. (Cet. I; Solo : Wacana Ilmiah Press, 2006), h. 24
[4] Will Johnson, Menatap Sang Kekasih Rumi, terj. Dini Dwi Utari, (Serambi, Jakarta, 2003), h. 28
[5]Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al-Din Rumi Guru Sufi dan Penyair Agung, terj. Ilham B. Saenong, (Jakarta:Teraju, 2004), h. 8
[6]  Ibid., hlm.1
[7]Annemarie Schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, terj. Saut Pasaribu, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), h. 15
[8] Fariduddin Attar adalah seseorang yang bertemu dengan rombongan Bahauddin sewaktu perjalanan ibadah haji ketika mereka singgah di kota Nishapur. Attar juga menghadiahkan kepada Bahauddin salinan karryanya, Asrar Namah, yaitu buku tentang misteri-misteri Ketuhanan. Lihat Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al-Din Rumi Guru Sufi dan Penyair Agung, h. 2
[9]William C. Chittik, Jalan Cinta Sang Sufi; Ajaran-Ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi, terj. M. Sadat Ismail dan Achmad Nidjam, (Yogyakarta: Qalam, 2001), h. 2
[10] Idries Shah, Butiran Mutiara Hikmah; Kumpulan Kisah Sufi, terj. Ilyas Hasan, (Jakarta: Lentera, 2002),  h. 9
[11] Annemarie Schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, h. 25
[12] William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, h. 6
[13] Amin Banani, dkk., Kidung Rumi; Puisi dan Mistisisme dalam Islam, terj. Joko S. Kahhan, ( Surabaya: Risalah Gusti, 2001), h. 5-6
[14] Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al-Din Rumi Guru Sufi dan Penyair Agung, h. 12
[15]Sri Mulyati, Mengenal & memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2004), h. 321.
[16]Ahmad Jaiz Hatono,  Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan. (Cet. I; Solo : Wacana Ilmiah Press, 2006), h. 24
[17] Sri Mulyati, Mengenal & memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. h. 324
[19] www. majalah.tempointeraktif.com, diakses pada tanggal 9 November 2017
[20] Amin Banani (ed.), Kidung Rumi: Puisi dan Mistisisme dalam Islam, h. 6
[21] Sri Mulyati, Mengenal & memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, h. 326
[22] Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al-Din Rumi Guru Sufi dan Penyair Agung, h. 27
[23] Ibid
[24] Ibid, h. 28
[25] Ibid
[26] Muhammad Iqbal, The Development of Metaphysic in Persia, (London: Luzac & Co. Ltd., 1908), h. 113. Dikutip pada laman www.islamic-mysticis.indonesia.wordpress pada tanggal 09 November 2017
[27] Mulyadi Kartanegara, Panorama Filsafat Islam; Menembus Batas Waktu, (Cet. II; Bandung : Mizan, 2005), h. 26
[28] Sri Mulyati, Mengenal & memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, h. 328
[29] Mulyadi Kartanegara, Panorama Filsafat Islam; Menembus Batas Waktu, h. 27
[30] Mulyadi Kartanegara, Panorama Filsafat Islam; Menembus Batas Waktu, h. 28
[31] Seyyed Hossein Nasr.,Editor, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi, terj. Tim. Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003),  h. 166
[32] Ibid, h. 162-163
[33] Annemarie Schimmel, Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, h .35
[34] Seyyed Hossein Nasr, Editor, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi,h. 162
[35] Ahmad Najib Burhani, (Editor), Manusia Modern Mendamba Allah; Renungan Tasawuf Positif, (Jakarta: IIMAN dan Hikmah, 2002), h. 37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diabolisme Salman Rushdie dan Ahok

ANTARA SALMAN RUSHDIE DAN AHOK Oleh: Dr. Adian Husaini Tahun 1988, dunia Islam digegerkan oleh seorang bernama Salman Rushdie. Kisahnya ...