Kamis, 17 Maret 2016

Manusia Di Dalam Al-Qur'an: Al-Insan, An-Nas dan Al-Basyar



MANUSIA: AL-INSAN, AN-NAS DAN AL-BASYAR

Nama               : Debri Koeswoyo                                           Mata Kuliah    : Filsafat Manusia
NIM                : 11431101321                                                Dosen              : Dr. Saidul Amin, MA
Jurusan/Sem    : Aqidah Filsafat/ IV                                          Tanggal           : 10-03-2016

            Pemikiran terhadap hakikat manusia sudah muncul sejak Socrates menjadikan manusia sebagai tema sentral dalam pemikirannya.[1] Rentang waktu sejak Socrates memberikan argument tentang hakikat manusia sampai sekarang sangatlah lama. Namun, sejarah pemikiran intelektualitas manusia sampai sekarang pun masih terus berupaya memahami hakikat manusia. Di dalam tulisan ini, akan dipaparkan bagaimana konsep hakikat manusia didalam kitab suci Al-Qur’an dan filsafat manusia.
1.      Al-Insan
Didalam Al-Qur’an kata الإنسان disebutkan sebanyak 56 kali.[2] Namun beberapa ulama tafsir berbeda pendapat berapa sebenarnya jumlah kata الإنسان yang disebutkan didalam Al-Qur’an. Muhammad Fu’ad Abdul Baqi berpendapat bahwasannya kata الإنسان disebutkan sebanyak 65 kali dan tersebar dalam 43 surat.[3] Hal ini disebabkan karena perbedaan analisa linguistik kata al-insan itu sendiri.
Etimologi kata ­al-Insan yang berakar kata dari huruf hamzah (ء), nun (ن), dan sin (س), Menurut beberapa ulama memiliki kata turunan (derifasi) ins (إنس), unas (أناس), anasiyy (أناسي), insiyy (إنسي), dan Al-nas (الناس).[4] Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak atau pelupa.[5]
يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمۡۚ وَخُلِقَ ٱلۡإِنسَٰنُ ضَعِيفٗا ٢٨
Artinya : Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah ( Q.S An-Nisa 4: 28).[6]

Menurut Ali Shariati, Al-Insan memiliki tiga sifat pokok yaitu:
1.    Kesadaran diri. Kesadaran diri merupakan pengalaman  tentang kualitas dan esensi dirinya, dunia dan hubungan antara dirinya dan dunia serta alam. Makin tinggi kesadaran akan tiga unsur tersebut, makin cepat manusia bergerak ke arah tahap-tahap yang lebih tinggi dari proses awalnya.
2.    Kemauan bebas. Kemauan bebas tampak dalam kebebasan memilih, Pilihannya bisa saja bertentangan dengan insting naturalnya, masyarakatnya, atau dorongan-dorongan psikologisnya. Kebebasan memungkinkan manusia untuk melakukan evolusi ke tingkat tertinggi kemanusiaannya menerobos sekat-sekat alam, masyarakat, sejarah dan egonya.
3.    Kreativitas atau daya cipta. Potensi kreatif insan memungkinkannya menjadi makhluk yang mampu mencipta benda, barang dan alat, dari yang paling kecil sampai yang kolosal, karya-karya industri dan seni yang tak disediakan alam. Penciptaan dan pembuatan barang tersebut dilakukan insan karena alam tak menyediakan semua yang dibutuhkannya.[7]

Pemikiran Ali Shariati tentang konsep al-insan yang terdapat di Al-Qur’an, didalam filsafat dikenal dengan humanisme. Humanisme merujuk kepada pembebasan manusia dimana kesadaran diri, kemauan bebas dan kreativitas manusia merupakan tiga hal yang menjadi esensi manusia. Namun, didalam Al-Qur’an ketiga hal ini tidak dilepas begitu saja, manusia harus tetap berada didalam koridornya. Sikap keduniawian tersebut dibatasi dengan penjelasan bahwasannya akan ada pembalasan setiap perbuatan kecil manusia. Sebaliknya, paham humanisme menjadikan manusia bersifat rasionalisme dan pragmatisme.
2.      An-Nas
Kata An-nas (الناس) dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 241 kali dan tersebar dalam 55 surat.[8] Dalam Al-Qur’an kata ini menjelaskan tentang eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial secara keseluruhan tanpa melihat status keimanan dan kekafirannya, atau menunjukan kepada keterangan yang jelas tentang keturunan nabi adam.[9]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal( Q.S Al-Hujarat 49:13)[10]
Kata An-nas (الناس) juga menunjukan aktivitas atau kegiatan sekelompok orang yang menonjolkan makhluk sosial dimana manusia tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain.[11]
3.      Al- Basyar
Didalam Al-Qur’an kata al-Basyar (البشر) terdapat pada 36 ayat dan tersebar dalam 26 surat.[12] Di dalam al-Qur'an kata al-Basyar (البشر) berakar dari huruf ba (ب), syin (ش), dan ra (ر), memiliki kata derifasi basysyir/yubasysyiru, busyra, mubsyirin, yastabsyirun, dan absyiru. Kata derifasi basysyir /yubasysyiru  berarti memberikan kabar gembira, busyra  berarti berita gembira, mubsyirin berarti pemberi kabar gembira (pemberi peringatan), yastabsyirun berarti bergembira, dan absyiru  berarti gembira.[13]
Al-Ashfahaniy menguraikan kata al-basyar dengan menyebutkan kata al-basyroh (البشرة) yang berarti kulit luar (ظاهر الجلد), kemudian mengibaratkan disebutnya manusia itu sebagai basyar karena kulitnya yang tampak dengan jelas. Berbeda dengan binatang yang kulitnya tertutupi oleh bulu.[14]
Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya diartikan sebagai ظهور السئ مع حسن وجمال yang berarti tampaknya sesuatu dengan baik dan indah.[15]
Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada kulitnya. Pada aspek ini terlihat perbedaan umum biologis manusia dengan hewan yang lebih didominasi oleh bulu atau rambut.[16]
Basyar adalah makhluk yang sekedar ada (being).  Artinya,  manusia dalam kategori basyar adalah makhluk statis, tidak mengalami perubahan, berkaki dua yang berjalan tegak di muka bumi ( fifis- biologis). Oleh karenanya, manusia memiliki definisi yang sama sepanjang zaman, terlepas dari ruang dan waktunya.[17]
Manusia dilihat sudut fisik tidaklah jauh berbeda dengan hewan. Manusia bisa makan, minum, tidur, sakit dan mati. Begitu pula hewan. Bahkan, bila manusia dan hewan dibandingkan dari segi perbuatan nistanya, maka manusia lebih inferior dari hewan (dalam arti bisa lebih jahat dan kejam).

وَبَشِّرِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنۡهَا مِن ثَمَرَةٖ رِّزۡقٗا قَالُواْ هَٰذَا ٱلَّذِي رُزِقۡنَا مِن قَبۡلُۖ وَأُتُواْ بِهِۦ مُتَشَٰبِهٗاۖ وَلَهُمۡ فِيهَآ أَزۡوَٰجٞ مُّطَهَّرَةٞۖ وَهُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢٥
Artinya: Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya ( Q.S Al-Baqarah 2: 25).[18]
Pengertian kata al-basyar memiliki kandungan makna dengan empirisme dimana eksistensi sesuatu ada karena bentuk fisik yang dapat dilihat, dirasakan, diraba. Bentuk materialisme manusia merupakan hal utama dimana bentuk metafisik diabaikan.
Makna al-insan dan al-basyar sebenarnya menunjukan dua hal yang saling berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan untuk memahami hakikat manusia. Al-Insan menjelaskan esensi dari manusia dan al-basyar menunjukan eksistensi dari manusia. An-Nas sendiri menjelaskan sosial manusia.










[1] Juraid Abdul Latief, Manusia, Filsafat dan Sejarah, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 15
[2] Masiyan M. Syam, Disampaikan pada seminar mata kuliah Tafsir Maudlu'iy Program S3 Konsentrasi Hadis Universitas Islam Negeri Makassar, dikutip pada laman https://www.masiyansyam.blogspot pada tanggal 06 Maret 2016
[3] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Darul Fikri , 1992), hlm. 119-120 dikutip pada laman https://www.hakamabbas.blogspot pada tanggal 06 Maret 2016
[4] Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 223
[5] Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung : Mizan, 1996), hlm. 280
[6] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, ( Semarang: Asy-Syifa, 2007), hlm.107.
[7] Ali Syari’ati, Man and Islam, terj. M. Amin Rais, Tugas Cendikiawan Muslim ( Cet II, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 59
[8] Op.Cit., Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Darul Fikri , 1992), hlm. 895 dikutip pada laman https://www.hakamabbas.blogspot pada tanggal 06 Maret 2016
[9] Op.Cit., Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung : Mizan, 1996), hlm. 281
[10] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, ( Semarang: Asy-Syifa, 2007), hlm.745
[11] Dawam Raharjo, Pandangan Al-Qur’an tentang Manusia dalam Pendidikan dan Perspektif Al-Qur’an, ( Yogyakarta: LPPI,1999), hlm.  53
[12] Op.Cit., Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung : Mizan, 1996), hlm. 279
[13] Ibid
[14] Al-Raghib al-ashfahaniy, Mufradat Alfaz al-Qur'an, (Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1996), hlm. 124 dikutip pada laman https://www.d3ndri.wordpress.com  diakses pada tanggal 10 Maret 2016
[15] Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu'jam Maqayis al-Lughah, I dan II (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabiy wa Awladuh, 1971), h. 251 dikutip pada laman. https://www.d3ndri.wordpress.com diakses pada tanggal 10 Maret 2016
[16] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 2
[17] Ali Syari’ati, Man and Islam, terj. M. Amin Rais, Tugas Cendikiawan Muslim ( Cet II, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 53
[18] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, ( Semarang: Asy-Syifa, 2007), hlm.8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diabolisme Salman Rushdie dan Ahok

ANTARA SALMAN RUSHDIE DAN AHOK Oleh: Dr. Adian Husaini Tahun 1988, dunia Islam digegerkan oleh seorang bernama Salman Rushdie. Kisahnya ...