Senin, 23 November 2015

Tafsir Tematik ( Maudhui) Qadha dan Qadar



TUGAS TERSTRUKTUR:                                                                   DOSEN PEMBIMBING:     
Tafsir Tematik Aqidah                                                                                        Dr. Agustiar.,M.A




TAFSIR MAUDHUI QADHA DAN QADAR

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tematik Aqidah

uin.jpeg


DEBRI KOESWOYO
ZULBAIDA
ANI ROHMATUL JANNAH
ZAINUDDIN
JAHRA

FAKUTAS USHULUDDIN
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015

KATA PENGANTAR

            Alhamdullilah,segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda alam kita Muhammad SAW. Yang telah mengajak manusia kejalan yang benar ,sehingga terwujudnya agama yang benar. Makalah yang berjudul Konsep Makrifat Pikiran Manusia Dengan Allah Ditinjau Dari Asmaul Husna Dan Sifat-Nya disusun guna semakin mendekatkan diri kita kepada Allah SWT melalui akal yang diberikan oleh-Nya.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Disini kami sebagai penyusun juga menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
            Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

                                                                                                 Pekanbaru. Oktober 2015



                                                                                                             Penyusun





DAFTAR ISI

Kata pengantar ......................................................................................................................  i
Daftar isi................................................................................................................................. ii 
BAB I    Pendahuluan
A.  Latar Belakang.............................................................................................................. 1
B.  Rumusan Masalah......................................................................................................... 1
C.  Tujuan Penulisan........................................................................................................... 1
BAB II   Pembahasan
A.  Pengertian Qadha dan Qadar....................................................................................... 2
B.  Beriman Kepada Qadha dan Qadar............................................................................... 3
C.  Kebebasan Kehendak Manusia..................................................................................... 4
D.  Kehendak Tuhan dan Kehendak Manusia.................................................................... 7
E.   Hikmah Beriman kepada Qadha dan Qadar................................................................. 9
BAB III   Penutup
Kesimpulan ........................................................................................................................... 11
Daftar pustaka....................................................................................................................... 12

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama Islam terdiri dari enam rukun iman. Yang mana keenam rukun iman tersebut wajib kita imani untuk sempurna iman kita sebagai hamba Allah SWT dan ummat Rasulullah. Namun, ada beraneka ragam pemahaman masalah keimanan tentang rukun iman. Dalam makalah ini kami fokus ke pembahasan tentang keimanan terhadap qadha dan qadar dengan melihat dari pandangan dari beberapa kalangan dan kelompok Islam.
Persoalan Qadha dan Qadar tidak habis-habisnya di bicarakan orang hingga sekarang dan tidak ada kesepakatan pendapat. Perbedaan pendapat dalam soal tersebut terutama karena adanya beberapa ayat Al Qur’an yang pengertian lahirnya saling bertentangan di suatu pihak, beberapa ayat menetapkan pertanggungan jawab manusia atas perbuatannya. Di pihak lain beberapa ayat lainnya menyatakan bahwa Tuhan yang menjadikan sesuatu. Dengan latar belakang hal tersebut maka penulisan ini akan mencoba untuk memberikan tafsiran dari masing-masing ayat tersebut. 
B.       Rumusan Masalah
1.         Apa Pengertian qadha dan qadar ?
2.         Bagaimana kehendak manusia didalam Al- Qur’an?
3.         Bagaimana Kehendak Allah dan Kehendak Manusia didalam al-Qur’an?
4.         Apa hikmah beriman kepada Qadha dan Qadar?
C.Tujuan Penulisan

1.      Menjelaskan pengertian qadha dan qadar
2.      Menjelaskan dan memaparkan ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan kehendak manusia
3.      Menjelaskan dan memaparkan ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan kehendak Allah dan kehendak manusia
4.      Menjelaskan hikmah beriman kepada Qadha dan Qadar


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Qadha dan Qadar
Kata القضاء secara bahasa adalah “menyempurnakan sesuatu (perkara) melaksanakan dan menyelesaikannya, baik perkara itu berupa ucapan, amalan, kehendak (kemauan), ataupun yang lainnya”. Kata القدر secara bahasa adalah “menjelaskan keterangan jumlah atau memberi pengertian kadar ukuran tertentu” [1].
Kalangan ulama ilmu aqidah menyebutkan beberapa makna qadha dan qadar yang berkaitan dengan syari’at. Di sini kami memilih dua tafsir, yang kami nilai lebih tepat dengan zahir al-Qur`an dan as-Sunnah.
Pendapat pertama dari pernyataan Abu al-Hasan al-Asy’ari dari kalangan ulama aqidah yang kondang, dan dari kalangan Jumhur Ahlu as-Sunnah [2].
1.             Al-Qadha adalah iradat Allah yang bersifat azali yang berkaitan dengan segala sesuatu, sesuai dengan keberadaan-Nya. Seperti iradah-Nya yang azali menciptakan manusia di muka bumi.
2.             Al-Qadar, yaitu penciptaan Allah akan sesuatu dengan kadar ukuran yang tertentu dengan qadha, zat/jenis, dan sifatnya, perbuatan dan keadaannya, waktu dan tempat serta sebab-sebabnya”. Misalnya, Allah mengadakan manusia di muka bumi sesuai dengan apa yang telah ditentukan-Nya melalui qadha-Nya.
Pendapat kedua dinukil dari al-Maturidiah (pengikut Abu al-Mansyur al-Maturidi, ulama pakar ilmu tauhid) [3].
1.             Al-Qadha yaitu penciptaan yang mengacu kepada pembentukan. Misalnya Allah menciptakan manusia dalam bentuknya, sesuai iradah azali.
2.          Al-Qadar yaitu penakaran/penentuan yakni menjadikan sesuatu dengan iradah pada kadar yang telah ditentukan sebelum keberadaannya. Misalnya, iradah allah di alam azali untuk menciptakan manusia dalam bentuk khusus dan wujud tertentu, dan waktu yang ditentukan

Macam-macam Takdir:
1.      Taqdir Mu’allaq
Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia. Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu. Akan menjadi es ; matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.

2. Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya.dapat kita beri contoh nasib manusia,lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat. dan sebagainya. Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya.
B.       Beriman kepada Qadha dan Qadar
    Iman kepada qadha dan qadar merupakan suatu akidah yang dibina oleh Islam berdasarkan keimanan kepada Allah dan ditegakkan atas pengetahuan yang benar terhadap zat-Nya yang Mahatinggi, asma-Nya yang utama, dan sifat-Nya yang mulia, dan tidak diragukan lagi bahwa Islam telah memastikan bagi Allah itu sifat-sifat kesempurnaan, dan sifat-sifat keagungan dan keindahan, begitupun sebutan-sebutan untuk penghormatan dan menyampaikan puji-pujian. Dan dalam semua ini dalil akal cocok dan sesuai dengan dalil naql. Kemudian sifat-sifat kesempurnaan yang wajib bagi Tuhan dari segala wujud ini, yakni Tuhan yang mencipta lalu menyempurnakan ciptaan-Nya, dan menentukan ukuran dan memberikan bimbingan-Nya, diperinci dan diuraikan [4].
             Maka di antara hal-hal yang seharusnya diimani dan diyakini sepenuh hati ialah bahwa milik Allah lah sifat-sifat: ilmu, iradad yang tidak terbatas, qadrad yang sempurna, dan bahwa Allah SWT. Melakukan apa yan dikehendaki-Nya dan mengetahui apa yang dilakukan-Nya itu. Dan berdasarkan sifat-sifat inilah berdirinya aqidah terhadap qadha dan qadar. Dan tanpa diragukan lagi, iman kepadanya merupakan bagian yang menyempurnakan dan melengkapi keimanan kepada Allah[5].
C.Kebebasan Kehendak Manusia

2.      Surat Al-Ra’ad/ 13 : 11
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ(11)
Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”[6]


Asbabun Nuzul ayat ini masih bersangkut paut dengan ayat yang ke 8 sampai ke 13 dan kemudian berhubungan kepada ayat yang ke 31 [7]. Yaitu mengetengahkan sebuah hadits : 
   Imam Thabrani dan lain-lainnya mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a., bahwasanya Arbad bin Qais dan Amir bin Thufail datang ke Madinah menemui Rasulullah saw. 
Lalu Amir bin Thufail berkata, "Hai Muhammad! Hadiah apakah yang akan engkau berikan kepadaku, jika aku masuk Islam?" 
Rasulullah saw. menjawab, "Engkau akan mendapatkan sebagaimana apa yang didapat oleh kaum Muslimin yang lain, dan engkau pun akan menerima seperti apa yang mereka alami?" 
Lalu Amir berkata lagi, "Apakah engkau akan menjadikan aku sebagai penggantimu sesudahmu?" 
Rasulullah saw. menjawab, "Hal tersebut bukan untukmu dan bukan untuk kaummu." 
Lalu mereka berdua keluar dari majelis Rasulullah saw. 
Setelah mereka keluar, lalu Amir berkata kepada Arbad, "Bagaimana kalau aku menyibukkan diri Muhammad dengan berbicara kepadanya, kemudian dari belakang kamu tebas dia dengan pedangmu?" 
Arbad setuju dengan usul tersebut, lalu keduanya kembali lagi menemui Rasulullah saw. 
Sesampainya di sana Amir berkata, "Hai Muhammad! Berdirilah bersamaku, aku akan berbicara kepadamu." 
Kemudian Amir berbicara kepadanya, dan Arbad menghunus pedangnya; akan tetapi ketika Arbad meletakkan tangannya pada pegangan pedangnya, tiba-tiba tangannya lumpuh. 
Dan Rasulullah saw. melirik kepadanya serta melihat tingkahnya itu dengan jelas, lalu beliau berlalu meninggalkan mereka. 

Maka setelah itu keduanya pergi, dan ketika mereka berdua sampai di kampung Ar-Raqm, lalu Allah mengutus halilintar kepada Arbad untuk menyambarnya, maka halilintar itu membunuhnya. Kemudian turunlah firman-Nya,

اللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَحْمِلُ كُلُّ أُنْثَى وَمَا تَغِيضُ الْأَرْحَامُ وَمَا تَزْدَادُ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ(8)
 "Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan..." (Q.S. Ar-Ra'd 8) sampai dengan firman-Nya,

وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ وَيُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ وَهُمْ يُجَادِلُونَ فِي اللَّهِ وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ(13)
 "Dan Dialah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya." (Q.S. Ar-Ra'd 13). 

            Menurut Qadariyah, dalam ayat ini, bahwa iman dan kafir dari seseorang tergantung pada orang itu, bukan lagi kepada Tuhan. Ini suatu bukti bahwa manusialah yang menentukan, bukan Tuhan. Dalam segi tertentu Qadariyah mempunyai kesamaan ajaran dengan Mu’tazilah. Jadi istilah Qadariyah dinisbatkan kepada faham ini, bukan berarti faham ini mengajarkan percaya pada taqdir, justru sebaliknya faham Qadariyah adalah faham pengingkaran taqdir [8].
Perbuatan manusia bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya. Lantas bagaimana dengan daya? Apakah diciptakan Tuhan untuk manusia, atau berasal dari manusia sendiri? Mu'tazilah dengan tegas mengatakan bahwa daya juga berasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia ialah tempat terciptanya perbuatan.jadi, Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia. Aliran Mu'tazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan. bagaimana mungkin, dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukan?. Dengan faham ini, aliran mu'tazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta alam, sedangkan manusia berpihak sebagai pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya [9].
Adapun pandangan tafsir terhadap ayat ini ialah :
            Dengan mengartikan مَا  pada perkataan مَا بِقَوْمٍ danمَا  pada perkataan مَا بِأَنْفُسِهِمْ  dengan makna nasib, sehingga makna lengkap ayat di atas adalah : "Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib sesuatu kaum sehingga mereka merubah nasib mereka sendiri ".
مَا dalam ayat di atas secara bahasa adalah isim mausul yang berarti sesuatu, apa
saja. Secara mufradat tidak ada bermakna nasib [10].
Lalu apa makna مَا pada ayat di atas ?

        Ayat al-Qur’an adakalanya menafsirkan ayat lainnya yang kurang jelas, demikian dijelaskan dalam Ulumul Qur’an. Oleh karena itu, mari kita perhatikan ayat yang lain yang mirip dengan ayat ini, yaitu dalam Surat al-Anfal : 53
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(53)
Artinya: “Yang demikian itu (siksaan Allah) adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri (dengan berbuat maksiat) dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q.S. al-Anfal : 53)”[11]
Apabila kita sesuaikan dengan maksud ayat 53 Surat al-Anfal di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa مَا pada perkataan makna  مَا بِقَوْم adalah bermakna nikmat, bukan nasib [12].

Dengan demikian, maksud ayat ayat 11 Surat ar-Ra’d dan ayat 53 Surat al-Anfal adalah pada adatnya, Allah tidak mencabut nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum itu tidak merubah ketaatan dan bersyukur kepada Allah kepada perbuatan maksiat.
2.Surat al-Kahfi/ 18: 29
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
Artinya : ““Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman maka berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah”. (QS. Al-Kahfi : 29).
          Menurut Qadariyah, dalam ayat ini, bahwa iman dan kafir dari seseorang tergantung pada orang itu, bukan lagi kepada Tuhan. Ini suatu bukti bahwa manusialah yang menentukan, bukan Tuhan.
            Setelah memberikan peringat-Nya pada ayat-ayat sebelumnya kepada Rasulullah Saw, Allah Swt menurunkan ayat tersebut, yang memerintahkan Nabi untuk mengumumkan bahwa kebenaran adalah milik-Nya. Jangan sesalkan keadaan orang-orang kafir, bacalah apa yang telah diwahyukan padamu dan buatlah dirimu sabar sehingga engkau bisa menyertai orang-orang beriman yang fakir [13].
Lalu katakanlah kepada orang-orang kafir yang tenggelam pada kenikmatan dunia bahwa kebenaran adalah milik Tuhan dan dari-Nya. Selebihnya engkau tak perlu melakukan apa-apa; barang siapa yang ingin beriman maka akan beriman dan barang siapa ingin kafir maka ia akan kafir. Kekufuran mereka tidak akan membahayakan kita dan iman mereka pun tidak akan memberi manfaat buat kita. Karena iman dan pahalanya serta kufur dan siksanya semua itu kembali kepada diri mereka sendiri. Oleh itu apapun yang mereka mau harus mereka pilih [14].
Dengan penjelasan lain, manusia bebas memilih jalan kufur atau iman dan tak ada satupun yang memaksanya untuk memeluk Islam.

D.Kehendak Allah dan Kehendak Manusia
1.    Surat As-Shafaat/ 37: 96
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ(96)
Artinya: “"Tuhan menciptakan kamu apa yang kamu perbuat". (Q.S. Ash-Shaffat [37]:96)
Wama ta'malun pada ayat diatas di artikan al-Asy'ari dengan apa yang kamu perbuat dengaN demikian, ayat ini mengandung arti Allah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatanmu dengan kata lain, dalam faham Asy'ari, yang mewujudkan kasb atau perbuatan manusia sebenarnya adalah Tuhan sendiri [15].
Pada prinsipnya aliran asy'ariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya. Allah menciptakan perbuatan untuk manusia dan menciptakan pula pada diri manusia, daya untuk melahirkan perbuatan tersebut. Jadi, perbuatan di sini adalah ciptaan Allah dan merupakan kasb (perolehan) bagi manusia. Dengan demikian kasb mempunyai pengertian penyertaan perbuatan dengan daya manusia yang baru. Ini berimplikasi bahwa perbuatan manusia di barengi oleh daya kehendaknya, dan bukan atas daya kehendaknya [16].
Dalam tafsir Jalalain ayat tersebut diartikan . (Padahal Allahlah yang telah menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuat itu") yakni tentang apa yang kalian pahat dan hasil pahatan kalian itu, karenanya sembahlah Dia dan esakanlah Dia. Jadi dimaksud ialah perbuatan kaum pada masa nabi Ibrahim yang membuat patung, dan Allah mengecam perbuatan mereka.
2.Surat Ar- Ra’d/ 13 : 26
اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ(26)
Artinya: “Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).(QS.Ar-Ra’ad/ 13: 26)[17]

   Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah-Nya serta pengetahuan-Nya tentang masing-masing hamba- Nya itu. Allah menganugerahkan rezeki yang banyak kepada hamba-Nya yang kafir kepada-Nya. Dan sebaliknya, kadang Allah menyempitkan rezeki bagi hamba yang beriman kepada-Nya untuk menambah pahala yang kelak akan mereka peroleh di akhirat [18].



E.Hikmah Beriman Kepada Qadha dan Qadar

Hikmàh - Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain: [19]

1. Melatih Diri untuk Banyak Bersyukur dan Bersabar

          Seseorang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila dia mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena dia beranggapan bahwa keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, tawakal, pasrah, karena hal tersebut merupakan ujian dari Allah.

Firman Allah dalam QS. An-Nahl ayat 53 :




       Artinya :“ dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”

       2. Menjauhkan Diri dari Sifat Sombong dàn Putus Asa

            Seseorang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT dalam QS. Yusuf ayat 87

يَابَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ(87)
Artinya : " Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. "
3.      Memupuk Sifat Optimis dan Giat Bekerja

           Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.

Firman Allah dalam QS Al-Qashas ayat 77
وَابْتَغِ فِيمَا ءَاتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ(77)
      Artinya: " Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. "


4. Menenangkan Jiwa

           Seseorang yang beriman kepada qàdha dan qadàr senaniasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.

Firman Allah dalam QS. Al-Fajr ayat 27-30

Artinya:" Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku."




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Dengan beriman kepada Qadha dan Qadar maka kita akan lebih beriman kepada Allah SWT, dimana ada beberapa hal didunia ini yang memang sudah digariskan oleh Allah SWT dan kita tidak dapat mengubahnya seperti kelahirannya, maut, rezeki, dan jodoh. Namun bukan berarti dengan garis ketetapan tersebut kita menjadi manusia yang tidak pernah berusaha, ketetapan tersebut sebuah kepastian. Namun, dengan usaha kitalah lah kepastian itu baru dapat diraih. Berserah diri kepada Allah sangat baik dalam masalah Ibadah dan rasa ikhlas dalam bekerja, agar keberhasilan ataupun kegagalan yang kita dapatkan maka hanya berserah dirilah kepada Allah setelah usaha yang kita lakukan tersebut.


[1] Abu Abdurrahman Ali bin as-Sayyid al-Washifi, Qadha dan Qadar, Cet. Pertama,(Jakarta Selatan, Pustaka Azzam, 2005), hlm. 51.
[2] A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 45
[3] Ibid
[4] Mulyono dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid atau Kalam(Malang: UIN Maliki Press, 2010), h.27
[5] Ibid
[6] Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009), h. 68
[7] Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits,(Jakarta: Widya Cahaya, 2009), hlm. 336.
[8] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: Universitas Indonesia,1986), hlm 33.
[9] Ibid
[10] Quthb, Sayyid. 2004. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an jil, 11. Jakarta: Gema Insani.
[11] Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan Terjemahannya,
[12] Op.Cit
[13] Rozak Abdul, 2001,Ilmu Kalam (Bandung:CV Pustaka Setia). Hal. 56 
[14] Nurdin, M. Amin, 2011, Sejarah Pemikiran Islam(Jakarta: Teruna Grafika). Hal. 27
[15] Ahmad Hanafi, Teologi Islam/Ilmu Kalam(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974),h. 10-11.
[16] Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1996), hlm. 143
[17] Syaamil Al-Qur’an (Terjemah Per Kata Type Hijaz).( Jakarta: PT. Syaamil International.2007), hlm 345
[18] Abu Nizhan, Al-Qur’an Tematis, (Bandung: Mizan Pustaka,2011) hlm 242.
[19] Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung:Diponegoro, 2006) 32-35


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diabolisme Salman Rushdie dan Ahok

ANTARA SALMAN RUSHDIE DAN AHOK Oleh: Dr. Adian Husaini Tahun 1988, dunia Islam digegerkan oleh seorang bernama Salman Rushdie. Kisahnya ...